May 8, 2013

72 Bidadari Surga adalah Emanasi Allah

by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Thursday, May 9, 2013 at 10:22am

Tarot cukup bagus sebagai pembuka jalan untuk mempelajari simbolisme, kata Joko Tingtong. Ada berbagai macam simbol di semua budaya. Simbol belaka. Bahkan yg namanya Allah juga simbol. Semuanya tentang kejiwaan kita sendiri. Psikologi. Tujuannya agar kita bisa menjadi manusia yg sehat jiwanya. Cuma itu saja. Mempelajari simbol tarot tidak susah. Satu bulan sudah cukup. Yg mungkin orang merasa berat adalah meditasinya. Tanpa meditasi, tarot tidak bisa jalan. Saya bisa confident pakai kartu tarot karena saya sudah overdosis meditasi, lanjut Joko. Saya bisa bicara tanpa berpikir, keluar apa adanya saja. Dan itu saya praktekkan dalam tulisan. Saya menulis juga tidak berpikir. Apa yg muncul langsung saya tulis.

That's tarot in action!
Dunia materi ini penuh dengan simbol. Simbol adanya di dalam pikiran kita saja. Secara materi tidak ada, mati. Tetapi secara spiritual ada, adanya di dalam pikiran kita. Spiritual artinya rohaniah. Rohaniah itu bukan fisik melainkan non fisik. Pikiran kita non fisik. Karena non fisik, maka kita bisa ubah. Kalau tidak suka, tinggal ubah saja. Agak susah mengubah pola baku di dalam pikiran kalau kita tidak pakai meditasi. Dengan meditasi kita bisa kun faya kun. Kalau telah mencapai gelombang otak rendah sekali, tinggal bilang saja.Tinggal ucapkan saja. Kalau memang pas, ada yg menyambung, maka akan terjadi sesuatu.

Dan itulah juga cara kerja nubuah!
Membaca kartu tarot adalah membaca pikiran orang yg bertanya, dan mengikutinya. Apa yg dipercayainya, apa yg dimauinya. Pembaca tarot seharusnya netral, cuma menjadi cermin saja. Kalau yg dibacakan tarot ingin menceburkan diri dan bertanya bagaimana caranya, Joko akan kasih tahu caranya. Joko cuma membaca pikiran. Joko tidak bilang benar atau salah. Orang tetap harus memutuskan sendiri apa yg ingin dilakukannya. Ada yg tidak bisa diubah, dan ada yg bisa diubah. Tetapi, apakah benar akan ada perubahan tentu saja tergantung dari orangnya sendiri. Orangnya mau atau tidak? Kalau orangnya tidak mau, ya tidak bisa. Tidak ada yg bisa memaksa kita kalau kita tidak mau berubah.
Joko Tingtong melanjutkan: walaupun saya mulai dengan tarot, sekarang sudah susah untuk menempatkan tarot di dalam tulisan-tulisan saya. Jaman kita sekarang sudah jauh berbeda dengan jamannya Arthur Edward Waite dan Aleister Crowley. Di jaman mereka, tarot masih bisa terus dibawa-bawa sampai ke setiap aspek. Di jaman sekarang, itu tidak bisa. Spiritualitas sudah makin dimengerti, orang tahu apa yg nyata dan apa yg cuma konseptual. Lagipula, sudah ada dekonstruksi. Kalau tujuannya meng-advokasi dan meng-akomodasi perubahan, kita harus pakai medium yg lebih netral, yg bisa dimengerti dan digunakan oleh semua orang.
Dalam keterbatasannya, tarot masih tetap berguna. Sayangnya tidak semua pewacana tarot menguasai simbolisme. Mungkin secara intuitif tahu, tapi masih merasa takut untuk bicara atau menulis. Pedahal tidak perlu takut, tidak perlu jadi orang klenik juga. Misalnya, Joko bisa bilang the High Priestess, kartu arcana mayor kedua, adalah Nyi Roro Kidul. Dan itu benar! Sama-sama simbol. Dan simbol lokal yg paling dekat dengan the High Priestess adalah Nyi Roro Kidul. Sama-sama ber-elemen air. Sama-sama memberikan pengetahuan. Sama-sama bisa kuat menguasai hati manusia, atau membawa manusia untuk mengubah hatinya sendiri.
Lalu dari mana asal-usul 72 bidadari surga yg, katanya, dituliskan di dalam Al Quran? Menurut Joko itu simbolik saja, yaitu angka yg diperoleh dari gothak gathik gathuk nama Allah yg tidak boleh diucapkan di dalam Yudaisme, yaitu JHVH.
JHVH merupakan gabungan 4 abjad Ibrani. Jod, He, Vau dan He. Tiap abjad Ibrani juga sekaligus angka. Jadi, Jod memiliki nilai 10. He memiliki nilai 5. Vau memiliki nilai 6. JHVH diurutkan dalam empat susun akan menghasilkan 4 Jod + 3 He + 2 Vau + 1 He. Setelah dijumlahkan, ternyata total angka yg diperoleh adalah 72. Dan, menurut Joko, itulah asal usul kisah tentang bidadari surga di dalam Al Quran. Tidak lain dan tidak bukan merupakan angka rahasia yg diperoleh dari gothak gathik gathuk nama Allah orang Yahudi yg haram diucapkan itu.
Nama ilmu gothak gathik itu Gematria. Ini ilmu kuno sekali. Sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Mungkin sejak abjad Ibrani ditemukan. Gematria adalah bagian dari Kabalah, ajaran esoterik Yahudi. Esoterik artinya tersembunyi, tidak boleh diajarkan untuk umum.
Al Quran mengandung banyak simbol. Simbol belaka, dan artinya harus kita interpretasikan. Tetapi banyak orang tidak tahu asal-usulnya. Kebetulan Joko kemarin jalan-jalan ke internet, dan menemukan bahwa angka ajaib tentang bidadari surga yg berjumlah 72 ternyata berasal dari nama gaib Allah. Selama ini kan orang ribut tentang 72 bidadari surga yg konon ditulis di dalam Al Quran. Joko tidak meributkan bidadari surga, tetapi mencari tahu dari mana angka 72 itu berasal. Ternyata asalnya dari ilmu Gematria di dalam Kabalah.
Allah, atau yg secara simbolik dituliskan sebagai JHVH di dalam Yudaisme, bisa dijumlahkan berapa nilainya. Tetapi ternyata tidak langsung dijumlahkan, melainkan disusun menjadi 4 tingkat dahulu. Disusun menjadi bentuk segita yg beralaskan bumi dan mencapai langit. Segitiga juga merupakan bentuk geometrik spiritual. Setelah JHVH diurutkan dalam bentuk segitiga spiritual itu, yg berarti bersusun 4, dan dijumlahkan semua angkanya yg muncul, hasilnya adalah 72. Menurut Joko itulah asal usul 72 bidadari surga di dalam Al Quran. Di dalam Kabalah, angka 72 itu bukanlah bidadari melainkan malaikat. Malaikat adalah emanasi dari Allah sendiri. Emanasi artinya pancaran.

Tangan Joko lalu jalan sendiri. Menuliskan. Agama itu institusi, punya tujuannya sendiri, yg tidak selalu bagus bagi individu. Perang salib bagus tidak untuk individu? Jihad bagus tidak untuk individu? Semuanya jelek. Agama tidak perlu didamaikan. Asal penganutnya tidak saling mengganggu sudah cukup.

Di Indonesia masih banyak juga orang spiritual kampungan; asalnya dari kampung dan mungkin baru pindah ke kota. Cirinya pura-pura bodoh atau bodoh asli. Mereka merasa budaya tradisional Indonesia tinggi sekali. Itu juga waham, delusi, penipuan diri sendiri. Yg tradisional bagusnya cuma satu, yaitu masih punya malu. Setidaknya masih bisa merasa malu kalau kedoknya terbongkar.
Joko tahu seperti apa praktek orang spiritual di Nusantara jaman dulu. Orang-orang di Kalimantan dan Sulawesi punya ritual mengayau atau potong kepala orang. Untuk inisiasi, mereka harus cari kepala orang di kampung lain. Dan dipotong. Cuma untuk tumbal inisiasi. Itu biadab, dan cuma berhenti setelah dilarang oleh Belanda. Budaya suttee atau sati, menceburkan diri ke api pembakaran jenazah suami, masih dipraktekkan di Bali sampai akhir abad ke 19. Cuma berhenti setelah dilarang oleh Belanda juga. Orang-orang Batak juga punya praktek semacam itu, dan cuma berhenti setelah kena pengaruh Kristen Jerman yg dibawa oleh misionaris Nommensen.
Yang paling parah di Jawa, raja-raja Jawa dan para bangsawan memungut pajak dalam bentuk rodi (kerja paksa yg secara halus disebut sebagai gotong-royong). Ketika Belanda menaklukkan Jawa, Belanda mengambil-alih hak untuk memerintahkan rodi itu. Jadi, sebenarnya Belanda menggunakan wewenang raja dan para bangsawan di Jawa. Bukan kerja yg dipaksakan oleh Belanda, melainkan Belanda menggunakan kerja paksa yg merupakan hak pemimpin pribumi.
Bagusnya, Indonesia sudah memperoleh pendidikan sejak akhir abad ke-19. Belanda sudah membangun sekolah-sekolah, dengan konsentrasi terbanyak di Jawa, Sumatra Barat dan Sulawesi Utara. Belanda sudah menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Jadi sebenarnya indonesia ini sudah terbentuk sejak akhir abad ke-19 ketika Belanda berhasil total menyatukan Hindia Belanda. Pembangunan sudah dimulai. Kita cuma tinggal mengikuti saja. Sayangnya, naluri primitif penduduk Indonesia ternyata masih cukup kuat. Masih suka ada perang suku, perang agama. Bahkan sampai sekarang. Itu ciri-ciri masyarakat primitif.
Indonesia bagian dari masyarakat internasional, walaupun standardnya tertinggal. Ada budaya internasional yg dianut oleh satu dunia. Dan budaya internasional itu lebih tinggi nilai kemanusiaannya dibandingkan dengan budaya asli Indonesia. Ini budaya yang menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Di masyarakat tradisional Indonesia tidak dikenal HAM. Mungkin ada hak, tetapi standardnya beda. Standard kampung, bukan standard internasional. Tantangan yg kita hadapi sebenarnya adalah bagaimana membawa Indonesia ke kancah internasional. Kita harus coming out menjadi bangsa beradab di antara bangsa-bangsa di dunia ini. Dan itu harus dibuktikan.

Di mata satu dunia, bahkan Australia yg cuma berpenduduk 22 juta orang dipandang memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan Indonesia yg berpenduduk 235 juta orang. Kenapa? Karena Australia sudah ikut standard internasional, Indonesia belum. Indonesia masih primitif, masih berstandard ganda, masih berpikir dan berperilaku seperti budak. Budak para pemimpinnya? Maybe, wallahualam!
Saya tidak mendorong orang Indonesia untuk menjadi orang Barat, kata Joko Tingtong. Saya mendorong orang Indonesia untuk bersaing dengan orang Barat. Kita bisa lebih beradab dibandingkan orang Barat, kalau kita mau mencoba. Kita bisa menemukan terobosan baru dalam bidang HAM. Kita bisa berpikir dengan lebih cerdas dan jernih dibandingkan orang Barat, itu juga kalau kita mau.
Langkah pertama: sadarilah!

Sadarilah bahwa kita sudah terlalu banyak menipu diri sendiri. Kalau sudah sadar, barulah coming out. Keluar dari diri sendiri. Berbicara apa adanya. Menulis apa adanya. Tidak perlu membanggakan segala Atlantis yg belum tentu pernah ada di Indonesia. Kalaupun ada, kita ini bukan keturunan Atlantis. Orang Atlantis bukan budak. Kita ini keturunan budak!

Tetapi budak tidak harus tetap menjadi budak. Kita bisa memproklamirkan kemerdekaan diri kita pribadi. Kita bisa bilang, kita bukan budak. Bukan budak agama. Bukan budak tradisi. Bukan budak Allah. Bukan budak Yesus. Bukan budak suami. Bukan budak istri. Bukan budak pacar resmi. Bukan budak pacar gelap. Bukan budak ritual. Kita manusia bebas. Dan itulah yg masuk standard internasional. Yg bisa diterima sebagai deklarasi manusia universal yg jujur. Kejujuran dihargai dimana-mana, sedangkan kemunafikan tidak ada harganya.
Orang Indonesia terlalu banyak munafiknya. Mungkin karena terlalu lama menjadi budak bangsa sendiri. Kalau anda mau tahu, yg dulu memperbudak Indonesia bukanlah Belanda, tetapi para pemimpin Indonesia sendiri. Raja-raja Nusantara itulah yg memperbudak rakyat. Belanda sendiri tidak seperti itu. Belanda bukan negara feodal walaupun berbentuk kerajaan. Belanda tidak bermental feodal. Yg bermental feodal itu bangsawan Indonesia, dan yg bermental budak itu rakyat Indonesia. Budak yg saling mengingatkan untuk tidak menjadi tuan dari diri sendiri.

Budak yg saling mengingatkan untuk tetap menjadi budak.

No comments:

Post a Comment