May 20, 2013

emas kediri

Kediri terkenal dengan emasnya. Joko bilang itu bukan emas, tetapi perunggu. Memang dilapisi emas dengan teknik dari Cina. Bahan dasarnya perunggu, tetapi dilapis emas, dan digunakan oleh para punggawa. Waktu ke Kediri, Joko dapat sepasang gelang punggawa dari masa Kediri. Utuh, tapi dilapisi karat sampai total berwarna hijau. Diangkat dari Kali Brantas. Joko bersihkan dan dicek oleh temannya, seorang tukang emas. Memang benar, gelang perunggu itu dilapisi emas. Makanya sampai sekarang masih beredar mitos tentang emas Kediri. Konon kalau emas Kediri bisa terangkat, semua hutang-hutang Indonesia akan bisa terbayar lunas. Sayangnya bukan emas asli. Cuma perunggu yg dilapisi emas.
           
Kediri satu jaman dengan Dinasti Song di Cina, sekitar 1,000 tahun lalu. Akhir-akhir ini banyak ditemukan kapal karam yg mengangkut keramik Cina dari masa itu. Ditemukan di lepas pantai Utara Pulau Jawa; pelabuhan Cirebon, Jepara dan Tuban. Yg mau dilelang oleh pemerintah RI beberapa tahun lalu adalah keramik Dinasti Song. Satu jaman dengan Kediri. Begitu banyak keramik yg diangkut dalam satu kapal karam itu saja. Bisa dibayangkan bagaimana mundar-mandirnya perdagangan Jawa dengan Cina saat itu. Ini masa yg remang-remang, kita cuma bisa rekonstruksi saja, karena tidak ada catatannya. Yg ada cuma bukti material, berupa kapal karam dan, tentu saja, di gen. Di Malaysia baru-baru ini dicoba periksa gen orang-orang yg datang dari Jawa dan menetap disana. Ditemukan, ternyata gen mereka yg datang dari Jawa banyak kemiripan dengan gen orang-orang yg bertempat tinggal di daratan Cina. Itu bukti secara saintifik menggunakan teknologi paling mutakhir.
           
Jaman Dinasti Tang dan Song di Cina adalah masa keemasan perdagangan internasional di masa lalu. Cina berdagang dengan Timur Tengah, Persia, India, Korea, Jepang, dan Jawa. Waktu masa Majapahit, Cina sudah berganti dinasti. Digantikan dengan Dinasti Yuan, yaitu orang Mongol, yg lebih tertarik dengan penaklukan wilayah. Tercatat di sejarah dunia, Dinasti Yuan di Cina, yg bahkan kerabatnya bisa menggulung khalifah di Baghdad, ternyata tidak bisa menaklukan Jepang dan Jawa. 


 Kekuasaan Mongol di Cina tidak lama, masa keemasan dan pudarnya Majapahit sejaman dengan Dinasti Ming di Cina. Ini dinasti yg tercerahkan. Cina mengirimkan armada besar-besaran untuk membuka hubungan perdagangan dengan seluruh dunia, bahkan sampai Afrika. Laksamana Cheng Ho bahkan sampai di-asosiasikan dengan Sam Po Kong. Pedahal seorang Cina Muslim. Dan bisa dipastikan golongan partikelir dari Cina tak habis-habisnya mengunjungi Jawa sejak saat itu, mungkin lebih intens. Tapi pedagang Cina cenderung pulang balik, atau menikah dengan perempuan lokal. Tidak ada upaya monopoli seperti orang-orang Barat. Joko merasa tidak terhitung pendatang dari Cina menetap di Jawa selama kurun waktu 1,000 tahun terakhir. Turun temurun memperkuat gen penduduk Jawa. Dan bisa dipastikan juga, kurang lebih, bahwa pendatang dari Cina kemungkinan besar menikah dengan anak perempuan penguasa lokal. Dan di ibukota Majapahit memang bertempat tinggal banyak pendatang dari Cina. Beragama Islam, dan beragama lain juga. Mungkin sampai berjumlah ribuan orang. Mereka itu kemana ketika Trowulan diserang? Tentu saja tetap di tempat, tidak bisa pulang. Mau pulang kemana lagi? Dan keturunannya adalah anda yg bertempat tinggal di Jawa Timur. Dan pastinya sampai ke Bali dan Madura juga. Madura tidak kurang pengaruh Cinanya dibandingkan dengan Bali. Kalau anda lihat ukiran-ukiran asli Madura, anda akan lihat warna-warninya. Warna-warni Cina. Dan, yg mungkin menentukan asimilasi disini adalah agama. Cina memang etnosentris, dan bahkan cenderung rasis, merasa diri paling berbudaya satu dunia. Itu Cina yg asli. Tetapi kalau sudah menjadi Muslim tidak begitu. Dalam hal ini Islam bisa dibilang menjadi sesuatu yg baru, melebarkan cara pandang etnosentris Cina yg kelewatan itu.
          
Yg juga menarik adalah Gus Dur. Bagaimana Gus Dur bisa tahu bahwa dia keturunan Cina dari suku Hakka? Bisa dipastikan bahwa keluarganya memegang silsilah. Semua kecuali satu orang Wali Sanga adalah keturunan Cina. Kalau Wali Sanga keturunan Cina, maka pendiri pesantren-pesantren adalah keturunan Cina juga. Yg juga sama sekali tidak masalah. Ini penetrasi modernitas yg paling mutakhir saat itu. Etnik Cina memang lebih punya akses ke informasi saat itu, karena bisa baca tulis. Menjadi katalis untuk memodernkan Jawa. Tapi, ada juga tapinya. Satu sisi dari etnik Cina menjadi para wali dan mendirikan pesantren. Mungkin ini yg sekarang disebut golongan putihan. Satu sisi lagi masuk keraton dan menjadi pujangga istana. Harusnya disebut abangan. Dan sekarang dikenal sebagai Kejawen.


(Joko T.)

No comments:

Post a Comment