May 15, 2013

Otak Beku dan Kurikulum 2013

by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Thursday, May 16, 2013 at 10:59am

Baru minggu lalu Joko Tingtong membaca beberapa buku warisan almarhum ayah tirinya, seorang pendeta Protestan kelahiran Maluku Selatan. Buku-buku terbitan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Joko buka salah satu buku, dan membaca, ternyata ayah tirinya termasuk angkatan pertama, masuk tahun 1934 di lembaga pendidikan ini, yg khusus dibentuk oleh Belanda untuk mendidik para pendeta pribumi. Sejak semula memang dibentuk untuk maksud itu. Bukan untuk mengeksport budaya Kristen Eropa, melainkan mendidik para pendeta pribumi agar independen dan bisa mengembangkan teologi lokal. Atau nasional, kalau dalam konteks seluruh Indonesia. Ayah tiri Joko adalah mahasiswa angkatan pertama, utusan Gereja Protestan Maluku, walaupun kemudian aktif di Gereja Protestan Indonesia bagian Barat. Keduanya sebagian dari beberapa organisasi gereja yg lahir dari rahim Gereja Protestan Indonesia, lembaga terpusat yg sempat menjadi semacam gereja negara di jaman Hindia Belanda. Menjadi gereja negara di Hindia Belanda, mengikuti dekrit Willem 1 (1772 – 1843), Raja Belanda. Belanda sangat Protestan. Terlalu Protestan, malahan. Bahkan sudah mencanangkan independensi sejak awal. Masing-masing organisasi gereja harus bisa berdiri sendiri, dan mengembangkan diri sendiri. Hmmm... berita baru ini, kata Joko kepada dirinya sendiri.

Tapi tentu saja tidak bisa disampaikannya kepada siapapun. Ibunya sendiri yg menerima pensiun janda pendeta setiap bulan tidak tertarik dengan hal ini. Protestantisme yg dibawa dari Eropa adalah kultivasi spiritualits pribadi. Setiap orang berhak mengembangkan pemikirannya sendiri. Tidak ada benar atau salah. Yg penting adalah hati nurani. Kristus hidup di hati nurani manusia, dan tidak ada seorangpun manusia lainnya yg berhak intervensi. Ini Kristen ujung tombak yg merubah satu dunia sehingga menghargai hak asasi manusia (HAM). Bukan Kristen dari Amerika Serikat (AS) yg emosional dan gemar memenangkan jiwa-jiwa dengan cara sensasional. Kristen Protestan di Eropa pada dasarnya mengakui bahwa spiritualitas semua manusia bekerja berdasarkan prinsip yg sama. Tubuh fisik manusia sama, homo sapiens, dalam berbagai varietas ras. Kejiwaan manusia juga sama, dan mengikuti prinsip-prinsip psikologi. Ilmu alamiah dan kejiwaan masih berkembang terus sampai saat ini, dan tidak bisa dipatok mati dengan alasan Allah sudah memberikan kata akhir ribuan tahun lalu. Tidak begitu, saudaraku, kata Joko Tingtong kepada dirinya sendiri. Joko bilang dirinya punya saudara. Setidaknya satu. Ketika Joko berdialog dengan dirinya sendiri, dia berdialog dengan yg dipanggilnya saudaraku.

Dan itulah sebabnya kenapa Dr. Liem Kiem Yang, rektor STT Jakarta, yg mengajar Agama Protestan ketika Joko baru masuk kuliah di FISIP Universitas Indonesia, sama sekali tidak pernah berdoa. Dosen agama yg tidak pernah berdoa. Mengajar satu kelas mahasiswa-mahasiswi Protestan angkatan 1983 di FISIP UI selama satu semester penuh, dan sama sekali tidak pernah berdoa. Satu kalipun tidak pernah! Tidak pernah mengajarkan doa. Tidak pernah menyuruh murid-muridnya untuk berdoa. Yg dilakukannya cuma masuk kelas dan kemudian bicara sendiri. Kemungkinan tidak ada yg mengerti saat itu, karena Pak Liem bicara tentang pendapat para teolog. Teolog garis depan. Yg namanya siapa mungkin tidak ada yg tahu di Indonesia. Di Indonesia orang cuma tahu ustad sejuta umat atau pendeta karismatik yg gemar mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani dan mengumpulkan uang perpuluhan, sepuluh persen penghasilan umat yg menurutnya menjadi bagian Allah dan harus disetor melalui dirinya. Dari sudut pandang Protestan Liberal, aliran-aliran karismatik sangat kekanak-kanakan. Doa-doa emosional cuma menunjukkan keterbelakangan pemikiran. Kelas menengah bawah.

Dan memang itulah. Aliran-aliran Kristen emosional yg dibawa dari Amerika Serikat (AS) memang kelas menengah bawah. Tidak seintelektual Protestantisme di Belanda. Kristen Eropa sangat intelektual sehingga membuat orang mengantuk dan tidak tertarik mendalami Allah. Allah perlu didalami? Mungkin tidak, tetapi orang ingin memiliki pengalaman emosional. Pengalaman nyata. Dan agar menjadi nyata, mereka yg kurang pendidikan perlu mengalami benturan emosional. Perasaan yg tergugah secara nyata. Sampai menangis. Atau tertawa. Atau tepuk-tepuk tangan. Jingkrak-jingkrakan. Dan tentu saja tidak salah. Bisa ada penyembuhan juga. Kalau di aliran Protestan intelektual, segalanya teduh. Tenang dan tenteram. Kalau sakit ke dokter, tidak semata berdoa kepada Allah sambil teriak, mengingatkan Allah tentang ayat-ayat yg pernah diucapkannya.

Protestantisme yg dibawa dari Eropa mengerti bahwa ayat-ayat cuma berlaku di tempat dan masanya. Bagi manusia yg mengucapkan atau menuliskannya. Untuk berlaku saat ini, maka manusia harus masuk ke dalam kesadarannya sendiri, dan mencari ayat-ayat dari Allah untuknya. Menjadi manusia asli begitulah caranya, dan bukan dengan meniru kebiasaan para nabi Yahudi ribuan tahun lalu. Yahudi adalah Yahudi, dan kita bukan Yahudi. Walaupun pakai buku suci Yahudi, kita tidak perlu menjadi Yahudi. Kita menjadi diri kita sendiri saja. Itu yg Joko Tingtong tangkap dari pemaparan di dalam buku-buku warisan ayah tirinya. Semuanya keluaran STT Jakarta. Tapi tentu saja isinya sangat tinggi. Terlalu tinggi mungkin, bahkan untuk umat Protestan sehari-hari. Ribuan orang. Jutaan orang Kristen di seluruh Indonesia yg mengharapkan Allah hadir dalam kehidupan mereka. Memberikan rejeki, menyembuhkan orang sakit. Mencarikan jodoh. Melindungi dari santet, dan lain sebagainya.

Hohohohohoho...

Kemarin Joko Tingtong dapat bocoran tentang Kurikulum 2013 yg disiapkan oleh kementerian pendidikan kita. Kata kuncinya adalah iman dan takwa. Bertujuan mencetak generasi penerus yg beriman dan bertakwa sehingga mampu mengalahkan AS, Jerman, Inggris, Jepang dan bahkan Cina. Dicapai dengan cara menambah porsi pendidikan agama. Menurut Joko, tentu saja tujuan itu tidak akan tercapai. Pendidikan agama yg overdosis cuma akan menimbulkan antipati, akan menjadi bumerang bagi disainernya. Generasi penerus kita rata-rata sudah tahu mereka dibohongi. Alam sendiri yg akan mengatur menjadi seperti apa liberalnya Indonesia di masa depan. Kalau iman dan takwa dipaksakan, mekanisme pertahanan manusia adalah menjadi liberal. Otak yg dilarang digunakan, justru akan digunakan untuk menelanjangi siapa itu yg melarang otak digunakan. Dan mencari tahu alasannya mengapa.

Saya melihat orang yg anti agama akan semakin banyak saja, kata Joko Tingtong. Mereka yg tadinya netral terhadap agama akhirnya menjadi ekstrim anti agama karena melihat sendiri pemaksaan yg dilakukan. Mereka tahu pemaksaan ini tujuannya apa? Tujuannya adalah menciptakan elit yg terdiri dari pemuka agama. Modalnya adalah Allah. Elit ini jualan Allah. Sedangkan orang-orang sudah mengerti bahwa Allah itu simbol. Dan bisa dimanipulasi ke arah mana saja, tergantung kepentingan manusianya. Nah, ini ada elit yg monopoli penggunaan kata Allah, dan memaksakan diri agar diakui. Diakui sebagai agen tunggal Allah. Akhirnya orang akan jadi muak dan muntah-muntah. Yg dimuntahkan semuanya, termasuk Allah yg dipaksakan ini.
Ada yg bilang bahwa dasarnya adalah apa yg dimuat di dalam Pancasila. Joko jawab: sila pertama Pancasila, Ketuhanan yg maha esa, bukan agama. Ketuhanan yg dimaksud Sukarno adalah Godliness di bahasa Inggris. Harusnya diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai kesalehan. Godliness itu kesalehan, dan bukan ketuhanan. Mungkin Sukarno merasa istilah kesalehan terlalu berbau Timur Tengah, makanya dia pakai istilah ketuhanan. Ketuhanan itu juga istilah baru. Disalah-kaprahkan oleh Orde Baru sebagai agama yg bertuhan satu. Semua serba salah kaprah. Coba saja anda taruh kesalehan di sila pertama Pancasila, maka semuanya akan jatuh pada porsi sebenarnya. Dari yg paling pribadi, yaitu kesalehan di sila pertama, sampai yg paling umum yaitu keadilan sosial di sila kelima. Itulah Pancasila, sama sekali tidak berhubungan dengan agama.

Joko bisa buktikan bahwa godliness di bahasa Inggris berarti kesalehan di bahasa Indonesia. Buktinya ada di Perjanjian Baru milik orang Kristen. Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Kalau tertulis godliness di bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia itu menjadi kesalehan. Bukan ketuhanan. Walaupun istilah Tuhan berasal dari kalangan Kristen, orang Kristen sendiri tidak mengenal istilah Ketuhanan. Istilahnya kesalehan.

Semuanya tentang hukum-hukum manusia, bukan hukum Allah. Manusia tentu saja bisa bilang ada hukum Allah. Apa benar itu hukum Allah tentu saja soal lain. Yg jelas, diucapkan oleh manusia. Allahnya sendiri tidak pernah muncul. Di dekat rumah saya dulu ada rawa, ingat Joko, dan tidak pernah banjir. Setelah rawa itu dijadikan perumahan, muncullah banjir. Hukum alam biasa, kata Joko Tingtong. Bukan hukum Allah juga. Semua orang tahu, banjir Jakarta bukan bencana alam, melainkan bencana ulah manusia. Di masa lalu banyak lahan yg menjadi tempat resapan banjir di tengah Jakarta. Masih banyak sawah. Tapi sekarang dibangun. Pinggir laut yg tadinya empang ikan sudah jadi perumahan mewah. Selokan jarang yg berfungsi benar karena penuh sampah. Pemda tidak menyediakan tempat buang sampah. Anda tinggal buang sampah di pinggir jalan dan masuk selokan. Kalau selokan dibersihkan, tanahnya ditaruh di pinggir selokan. Kena hujan, eh masuk lagi. Begitu selalu berulang kali. Apakah itu hukum Allah?

Joko merasa DKI Jakarta merupakan propinsi yg paling kaya. Duitnya paling banyak, kemana saja? Transportasi umum gak ada yg benar. Dulu Busway sudah bagus, sekarang hancur. Kalau yg hancur sudah dianggap paling bagus, apalagi yg paling jelek? Naik kendaraan umum atau mobil pribadi sama saja macetnya. Macet tiap hari. Pergi macet, pulang macet. Tatapannya semua kosong. Memang sudah mati rasa. Tahun demi tahun seperti itu. Sudah tidak ada lagi kesetiakawanan sosial. Yg ada cuma sisa semangat untuk bertahan hidup. Bisa dibayangkan, mungkin dua juta orang yg tinggalnya di pinggiran Jakarta dan harus pulang balik setiap hari ke tempat kerja. Pergi kerja makan waktu dua jam, pulang kerja dua jam juga. Pulang balik empat jam. Jakarta ini kota yg tidak punya kesetiawakanan sosial. Beda dengan kota-kota besar di negara-negara Barat. Mereka masih bisa sosial kalau ada bencana. Bencana alam, dan bukan bencana ulah manusia seperti di Jakarta. Orang-orang Barat akan turun tangan sendiri kalau ada tetangganya yg tertimpa bencana. Jakarta tidak begitu. Kalau tetangga kena bencana, tetangga sebelahnya akan menyelamatkan diri lebih dahulu. Setidaknya menjaga supaya rumahnya tidak kena juga. Tidak kena bencana berupa jamahan tangan-tangan jahilliyah. Jakarta jauh lebih macet dibandingkan New York City dan Washington, DC. Joko Tingtong pernah kesana. Itu dua kota besar yg setara dengan Jakarta besarnya. Kota besar standardnya jelas, apalagi ibu kota. Jakarta tidak punya standard. 

Pemerintah NKRI sangat lucu, paling lucu satu dunia, karena dari dulu selalu meributkan mau memindahkan ibukota Jakarta karena dianggap tidak memadai. Kita semua tahu, kalau ibukota pindah, maka yg akan banjir adalah para pejabat. Banjir duit, baik halal maupun haram. Proyek pembangunan gedung dan prasarana akan menghidupkan ribuan pejabat NKRI sampai tujuh turunan, setidaknya. Lebih lucu lagi, kalau diingat bahwa istana presiden saja tidak pernah ditempati. Sudah dibangun oleh Belanda di Jakarta dan Bogor, tapi tidak pernah ditinggali, kecuali oleh Presiden Sukarno, dan Gus Dur dalam waktu yg sangat singkat. Jadi, presiden NKRI akan dapat tunjangan rumah, kurang lebih seperti itu karena tidak jelas. Yg paling jelas adalah Presiden Megawati yg dapat rumah dinas di Jakarta Pusat. Khusus dikontrakkan rumah dinas oleh negara, dibayar dengan duit rakyat, duit anda dan saya, karena ybs tidak mau tinggal di istana.

Fengshui Istana Bogor paling bagus karena sudah terbukti dari istana inilah konsolidasi penyatuan wilayah Hindia Belanda dilakukan. Daendels tinggal disini, di Istana Bogor, Raffles juga, dan semua gubernur jenderal sampai yg terakhir. Semua pimpinan pemerintahan Nusantara yg sah berani menempati istana. Suharto tidak berani, apapun alasannya, yg tentu saja tidak perlu dibahas karena tidak bermanfaat. Memang angker, mungkin, karena dari sinilah penaklukkan Aceh dimonitor dan diputuskan. Penaklukkan Bali Selatan juga. Ini tempat yg sakral. 
Istana ini penuh dengan benda-benda seni koleksi Sukarno. Lukisan dan patung-patung. Patung-patung perempuan telanjang di istana sudah dikasih penutup dari bunga dan dedaunan plastik, yg memperlihatkan bahwa pengelola istana sekarang tidak menghargai karya seni. Patung dan lukisan telanjang bulat bertebaran di banyak gereja di Eropa. Bahkan di Vatican sendiri. Dan di istana-istana di seluruh dunia. Mungkin cuma di Istana Bogor saja yg auratnya ditutup oleh bunga-bungaan plastik.

Amerika Serikat punya Oval Office, yaitu ruang kerja Presiden AS. Siapapun presidennya, pasti kerja di ruang itu, terima tamu juga disana. Oval Office Indonesia ada di Istana Bogor. Harusnya di situlah tempat bekerja presiden NKRI. Eh, sekarang malahan jadi museum. Ruang kerja Presiden NKRI dijadikan museum. Dibekukan sejak Sukarno dilengserkan. Semua perabotnya sama, meja kursi, dan bahkan permadaninya. Pernak pernik milik pribadi Sukarno masih ada di ruang itu. Tidak berubah, terletak di tempat yg sama.

Ini ciri otak yg beku.

No comments:

Post a Comment