Apr 8, 2013

Memahami Energi dalam Interaksi Sosial



Pepatah mistis kuno mengatakan: kemana kita memusatkan perhatian, ke situlah energi mengalir. Setiap orang, dengan demikian memancarkan energi keluar dari dirinya lewat serangkaian asumsi dan pandangan hidupnya. Jadi, saat dua orang berinteraksi, keduanya saling memancarkan energi sehingga terjadi dialektika energi antara keduanya. Di sinilah sebenarnya urgensi adanya relasi positif, seperti banyak dibahas dalam mazhab Psikologi Positif.
Psikologi Positif, sebenarnya berusaha membawa individu pada semacam Authentic Happiness atau Kebahagiaan Sejati. Sebenarnya semua orang menginginkan sebuah tujuan yang sama, yaitu Kebahagiaan. Hanya saja, orang kerap rancu dalam membedakan antara kebahagiaan dengan kesenangan atau kenyamanan, yang sifatnya semu.
Kebahagiaan Sejati hanya bisa diperoleh ketika mendapatkan energi yang sifatnya natuur. Ini adalah energi yang menumbuhkan. Sementara hal-hal yang sifatnya semu seperti kesenangan, didapat melalui energi yang seringkali tidak bersifat menumbuhkan.
Dalam relasi, energi-energi yang tidak menumbuhkan itu biasanya diperoleh lewat permainan peran. James Redfield, dalam Celestine Prophecy dan Celestine Vision menyebut ini dengan istilah ‘drama pengendalian’.



Konflik adalah Perebutan Energi dengan cara salah.
Sumber konflik-konflik tidak masuk akal di dunia manusia, sebenarnya terjadi ketika dalam relasi terjadi pemancaran energi yang bertujuan mendominasi satu sama lain atau yang satu menaklukkan yang lain dan menyedot energi dari yang ditaklukkannya. Inilah yang disebut Redfield sebagai ‘drama pengendalian’. Setidaknya ada empat jenis drama pengendalian:

1. Tipe Aku yang Malang
Drama pengendalian paling pasif adalah strategi korban atau ‘Diriku yang malang’. Dalam drama ini seseorang tidak secara langsung bersaing memerebutkan energi, melainkan mencari perhatian serta penghargaan dengan cara memanipulasi rasa simpati.
Di satu sisi ia mendapatkan penderitaan, namun di sisi lain ia mampu menarik simpati orang karena caranya mengolah penderitaan tersebut menjadi sebentuk komunikasi akan keadaan dirinya. Lewat simpati itulah ia mendapatkan penguatan untuk mengompensasi penderitaannya. Namun, cara ini jelas tidak menyelesaikan apa yang menjadi masalah sebenarnya.
Semesta sebagai medan energi akan memberi respons dengan menciptakan dunia yang persis seperti dalam pandangan orang tersebut, dan dengan cara ini drama Diriku Malang menjadi lingkaran setan yang justru dikuatkan oleh orang itu sendiri. Bahkan seringkali orang itu pun tidak menyadari keterjebakannya.

2. Tipe Dingin dan Berjarak
Tipe ini sebenarnya pasif, namun tidak terlalu pasif jika dibanding ‘Diriku yang Malang’. Tipe ini berciri: mengambil jarak, memisahkan diri dan menciptakan misteri baik lewat penampilan maupun jawaban-jawaban. Dengan menciptakan aura misterius dan tidak jelas di sekelilingnya, maka ia memaksa orang lain mencurahkan energi untuk menggali informasi yang biasanya bisa didapatkan tanpa perlu berusaha. Dengan cara ini Tipe Dingin dan Berjarak mendapatkan energi yang ia inginkan dari orang lain.

3. Tipe Interogator
Drama pengendalian yang lebih agresif dan banyak dijumpai di sekeliling, adalah tipe interogator. Dalam strategi manipulasi ini, mereka menggunakan kritik untuk memeroleh energi dari orang lain. Di hadapan interogator, orang akan selalu merasa diawasi sehingga terbatasi geraknya. Selanjutnya, interogator mungkin menganggapnya tidak kompeten, kekanak-kanakan, tidak dewasa, bodoh, dsb. Strategi ini kerap membuat orang yang menjadi sasaran kritik atau sekelilingnya menjadi tersentak, bahkan tak jarang orang lain memercayai kritik tersebut dan memberi dukungan dengan ikut-ikutan menghujani kritik yang sama. Persis di titik inilah sang interogator memeroleh energi dari orang yang dikritiknya.
Sang interogator berniat terus-menerus menghakimi kehidupan orang lain sehingga begitu interaksi dimulai, orang yang lain bisa terbawa mengikuti cara pandangnya sehingga sang interogator memeroleh energi dari caranya mengkritik dan menghakimi orang lain.

4. Tipe Intimidator
Drama pengendalian paling agresif adalah Intimidator. Orang yang memasuki medan energi seorang intimidator akan merasa energinya tersedot habis dan tidak nyaman, bahkan merasa terancam atau berada dalam bahaya. Intimidator akan melakukan sesuatu yang mengindikasikan ia bisa tiba-tiba marah atau mengamuk. Ia mungkin bercerita tentang menyakiti orang lain atau menunjukkan betapa marah dirinya dengan merusak barang atau melempar barang.
Strategi Intimidator membuat perasaan dan energi orang lain tersedot karena saat merasa terancam orang akan benar-benar memfokuskan perhatian pada sang intimidator. Curahan perhatian ini akan menyalurkan energi kepada sang intimidator. Bahkan ketika orang lantas tunduk, berusaha memahami dunia lewat cara pandang sang intimidator, maka seketika sang intimidator mendapat suntikan energi yang sangat ia butuhkan.



Mengatasi Kebutuhan Energi
Bagaimana mengatasinya? Pepatah Sufi mengatakan: Aku mencari Tuhan dan hanya menemukan Diriku, Aku mencari Diriku dan hanya menemukan Tuhan. Pepatah itu menyiratkan hal yang sama dengan pandangan agama manapun, di mana jalan hidup manusia adalah menuju Tuhan. Tapi tunggu dulu, Tuhan di sini ternyata pencarian Tuhan bukan perjalanan menuju tempat nun jauh di sana, melainkan berawal dan berakhir pada diri kita sendiri.
Surga bukan dunia pengganti kehidupan saat ini, namun ada pada Kebahagiaan yang bisa ditemukan manusia di dunia ini. Di Kebahagiaan kita akan menemukan energi yang membuat kita tumbuh dan berkembang. Semua orang sebenarnya mencari kebahagiaan sejati ini, namun seringkali orang menjadi terkecoh oleh ilusi dan tersesat untuk sekedar mencari kesenangan, yang dikiranya kebahagiaan.
Kebahagiaan, hanya nyata ketika perasaan itu mampu dibagi dengan orang lain. Inilah salah satu ciri kebahagiaan. Cara membagi kebahagiaan ini, bukanlah semacam mentraktir atau mendermakan sesuatu, melainkan membuat orang lain merasakan pertumbuhan ketika bersentuhan dengan apa yang kita bagi tersebut. Ketika orang mampu mencapai titik ini, di situlah ia menemukan Energi Sejati, yang memang sesuai dan diperuntukkan untuknya.
Ciri dari orang-orang seperti ini bisa dikenali lewat karya hidup-nya. Mungkin saja mereka orang yang oleh orang lain seringkali dianggap aneh, namun entah bagaimana, orang-orang ini mampu membagi sesuatu yang membuat orang lain tumbuh. Dalam kehidupan, mereka bisa dikenali sebagai tokoh-tokoh besar, yang spiritnya tetap ada dan menghidupkan orang lain meski mereka telah tiada.
Apakah harus menjadi tokoh besar untuk menemukan Energi Sejati ini? Jawabnya tidak. Energi ini bisa diperoleh dari peran apa saja, yang memang disadari orang sebagai peran yang diperuntukkan untuknya. Peran yang membuat ia tak sekedar terjebak dalam kesenangan, namun mampu mencapai kebahagiaan. Peran itu bisa berhubungan dengan pekerjaan, profesi, anak, istri, suami, atau apa saja.
Menemukan peran ini seringkali tidaklah mudah. Dan bagi yang telah menemukannya sekali pun, bagaimana melakoni peran tersebut juga bukanlah persoalan mudah. Seringkali, orang-orang terjebak untuk menjalani peran sebagai ‘aku yang malang’, ‘dingin dan berjarak, interogator atau intimidator. Sebenarnya apa yang mereka cari pun adalah kebahagiaan, hanya mereka terbelokkan untuk sekedar memeroleh kesenangan lewat energi yang diambil dari orang lain melalui peran-peran tersebut.
Peran Tarot di sini adalah sebagai psikologi simbol yang membantu klien menemukan sumber energi yang sehat untuk dirinya. Caranya adalah membantu klien menemukan pathway-nya. Simbol-simbol dalam kartu yang muncul, bisa dianalogikan rambu-rambu yang menuntun klien menemukan pathway-nya. Setiap orang memiliki pathway, dan jika ia menemukan pathway-nya, maka ia akan menemukan sumber energi yang luar biasa, yang ternyata bukan dari mana-mana, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Di situlah sebenarnya berlaku pepatah sufi aku mencari diriku dan hanya menemukan Tuhan, aku mencari Tuhan dan hanya menemukan diriku.

(psikologi tarot II, oleh Leonardo R. & Joscev A.) 

 http://nengahhardiani1.blogspot.com/2013/04/memahami-energi-dalam-interaksi-sosial.html

No comments:

Post a Comment