Pepatah
mistis kuno mengatakan: kemana kita memusatkan perhatian, ke situlah energi
mengalir. Setiap orang, dengan demikian memancarkan energi keluar dari dirinya
lewat serangkaian asumsi dan pandangan hidupnya. Jadi, saat dua orang
berinteraksi, keduanya saling memancarkan energi sehingga terjadi dialektika
energi antara keduanya. Di sinilah sebenarnya urgensi adanya relasi positif,
seperti banyak dibahas dalam mazhab Psikologi Positif.
Psikologi Positif, sebenarnya berusaha membawa
individu pada semacam Authentic Happiness
atau Kebahagiaan Sejati. Sebenarnya semua orang menginginkan sebuah tujuan yang
sama, yaitu Kebahagiaan. Hanya saja, orang kerap rancu dalam membedakan antara
kebahagiaan dengan kesenangan atau kenyamanan, yang sifatnya semu.
Kebahagiaan Sejati hanya bisa diperoleh ketika
mendapatkan energi yang sifatnya natuur. Ini adalah energi yang menumbuhkan.
Sementara hal-hal yang sifatnya semu seperti kesenangan, didapat melalui energi
yang seringkali tidak bersifat menumbuhkan.
Dalam relasi, energi-energi yang tidak
menumbuhkan itu biasanya diperoleh lewat permainan peran. James Redfield, dalam
Celestine Prophecy dan Celestine Vision menyebut ini dengan istilah ‘drama
pengendalian’.
Konflik adalah Perebutan
Energi dengan cara salah.
Sumber konflik-konflik tidak masuk akal di
dunia manusia, sebenarnya terjadi ketika dalam relasi terjadi pemancaran energi
yang bertujuan mendominasi satu sama lain atau yang satu menaklukkan yang lain
dan menyedot energi dari yang ditaklukkannya. Inilah yang disebut Redfield
sebagai ‘drama pengendalian’. Setidaknya ada empat jenis drama pengendalian:
1. Tipe Aku yang Malang
Drama pengendalian paling pasif adalah
strategi korban atau ‘Diriku yang malang’. Dalam drama ini seseorang tidak
secara langsung bersaing memerebutkan energi, melainkan mencari perhatian serta
penghargaan dengan cara memanipulasi rasa simpati.
Di satu sisi ia mendapatkan penderitaan, namun
di sisi lain ia mampu menarik simpati orang karena caranya mengolah penderitaan
tersebut menjadi sebentuk komunikasi akan keadaan dirinya. Lewat simpati itulah
ia mendapatkan penguatan untuk mengompensasi penderitaannya. Namun, cara ini
jelas tidak menyelesaikan apa yang menjadi masalah sebenarnya.
Semesta sebagai medan energi akan memberi
respons dengan menciptakan dunia yang persis seperti dalam pandangan orang
tersebut, dan dengan cara ini drama Diriku Malang menjadi lingkaran setan yang
justru dikuatkan oleh orang itu sendiri. Bahkan seringkali orang itu pun tidak
menyadari keterjebakannya.
2. Tipe Dingin dan Berjarak
Tipe ini sebenarnya pasif, namun tidak terlalu
pasif jika dibanding ‘Diriku yang Malang’. Tipe ini berciri: mengambil jarak,
memisahkan diri dan menciptakan misteri baik lewat penampilan maupun jawaban-jawaban.
Dengan menciptakan aura misterius dan tidak jelas di sekelilingnya, maka ia
memaksa orang lain mencurahkan energi untuk menggali informasi yang biasanya
bisa didapatkan tanpa perlu berusaha. Dengan cara ini Tipe Dingin dan Berjarak
mendapatkan energi yang ia inginkan dari orang lain.
3. Tipe Interogator
Drama pengendalian yang lebih agresif dan
banyak dijumpai di sekeliling, adalah tipe interogator. Dalam strategi
manipulasi ini, mereka menggunakan kritik untuk memeroleh energi dari orang
lain. Di hadapan interogator, orang akan selalu merasa diawasi sehingga
terbatasi geraknya. Selanjutnya, interogator mungkin menganggapnya tidak
kompeten, kekanak-kanakan, tidak dewasa, bodoh, dsb. Strategi ini kerap membuat
orang yang menjadi sasaran kritik atau sekelilingnya menjadi tersentak, bahkan
tak jarang orang lain memercayai kritik tersebut dan memberi dukungan dengan
ikut-ikutan menghujani kritik yang sama. Persis di titik inilah sang
interogator memeroleh energi dari orang yang dikritiknya.
Sang interogator berniat terus-menerus
menghakimi kehidupan orang lain sehingga begitu interaksi dimulai, orang yang
lain bisa terbawa mengikuti cara pandangnya sehingga sang interogator memeroleh
energi dari caranya mengkritik dan menghakimi orang lain.
4. Tipe Intimidator
Drama pengendalian paling agresif adalah
Intimidator. Orang yang memasuki medan energi seorang intimidator akan merasa
energinya tersedot habis dan tidak nyaman, bahkan merasa terancam atau berada
dalam bahaya. Intimidator akan melakukan sesuatu yang mengindikasikan ia bisa
tiba-tiba marah atau mengamuk. Ia mungkin bercerita tentang menyakiti orang
lain atau menunjukkan betapa marah dirinya dengan merusak barang atau melempar
barang.
Strategi Intimidator membuat perasaan dan
energi orang lain tersedot karena saat merasa terancam orang akan benar-benar
memfokuskan perhatian pada sang intimidator. Curahan perhatian ini akan
menyalurkan energi kepada sang intimidator. Bahkan ketika orang lantas tunduk,
berusaha memahami dunia lewat cara pandang sang intimidator, maka seketika sang
intimidator mendapat suntikan energi yang sangat ia butuhkan.
Mengatasi Kebutuhan Energi
Bagaimana mengatasinya? Pepatah Sufi
mengatakan: Aku mencari Tuhan dan hanya
menemukan Diriku, Aku mencari Diriku dan hanya menemukan Tuhan. Pepatah itu
menyiratkan hal yang sama dengan pandangan agama manapun, di mana jalan hidup
manusia adalah menuju Tuhan. Tapi tunggu dulu, Tuhan di sini ternyata pencarian
Tuhan bukan perjalanan menuju tempat nun jauh di sana, melainkan berawal dan
berakhir pada diri kita sendiri.
Surga bukan dunia pengganti kehidupan saat
ini, namun ada pada Kebahagiaan yang bisa ditemukan manusia di dunia ini. Di
Kebahagiaan kita akan menemukan energi yang membuat kita tumbuh dan berkembang.
Semua orang sebenarnya mencari kebahagiaan sejati ini, namun seringkali orang
menjadi terkecoh oleh ilusi dan tersesat untuk sekedar mencari kesenangan, yang
dikiranya kebahagiaan.
Kebahagiaan, hanya nyata ketika perasaan itu
mampu dibagi dengan orang lain. Inilah salah satu ciri kebahagiaan. Cara
membagi kebahagiaan ini, bukanlah semacam mentraktir atau mendermakan sesuatu,
melainkan membuat orang lain merasakan pertumbuhan ketika bersentuhan dengan
apa yang kita bagi tersebut. Ketika orang mampu mencapai titik ini, di situlah
ia menemukan Energi Sejati, yang memang sesuai dan diperuntukkan untuknya.
Ciri dari orang-orang seperti ini bisa
dikenali lewat karya hidup-nya. Mungkin saja mereka orang yang oleh orang lain
seringkali dianggap aneh, namun entah bagaimana, orang-orang ini mampu membagi
sesuatu yang membuat orang lain tumbuh. Dalam kehidupan, mereka bisa dikenali
sebagai tokoh-tokoh besar, yang spiritnya tetap ada dan menghidupkan orang lain
meski mereka telah tiada.
Apakah harus menjadi tokoh besar untuk
menemukan Energi Sejati ini? Jawabnya tidak. Energi ini bisa diperoleh dari
peran apa saja, yang memang disadari orang sebagai peran yang diperuntukkan
untuknya. Peran yang membuat ia tak sekedar terjebak dalam kesenangan, namun
mampu mencapai kebahagiaan. Peran itu bisa berhubungan dengan pekerjaan,
profesi, anak, istri, suami, atau apa saja.
Menemukan peran ini seringkali tidaklah mudah.
Dan bagi yang telah menemukannya sekali pun, bagaimana melakoni peran tersebut
juga bukanlah persoalan mudah. Seringkali, orang-orang terjebak untuk menjalani
peran sebagai ‘aku yang malang’, ‘dingin dan berjarak, interogator atau
intimidator. Sebenarnya apa yang mereka cari pun adalah kebahagiaan, hanya
mereka terbelokkan untuk sekedar memeroleh kesenangan lewat energi yang diambil
dari orang lain melalui peran-peran tersebut.
Peran Tarot di sini
adalah sebagai psikologi simbol yang membantu klien menemukan sumber energi
yang sehat untuk dirinya. Caranya adalah membantu klien menemukan pathway-nya.
Simbol-simbol dalam kartu yang muncul, bisa dianalogikan rambu-rambu yang
menuntun klien menemukan pathway-nya. Setiap orang memiliki pathway, dan jika
ia menemukan pathway-nya, maka ia akan menemukan sumber energi yang luar biasa,
yang ternyata bukan dari mana-mana, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Di
situlah sebenarnya berlaku pepatah sufi aku mencari diriku dan hanya menemukan
Tuhan, aku mencari Tuhan dan hanya menemukan diriku.
(psikologi tarot II, oleh Leonardo R. & Joscev A.)
http://nengahhardiani1.blogspot.com/2013/04/memahami-energi-dalam-interaksi-sosial.html
http://nengahhardiani1.blogspot.com/2013/04/memahami-energi-dalam-interaksi-sosial.html
No comments:
Post a Comment