by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Friday, May 17, 2013 at 11:17am
Joko Tingtong suka heran mendengar orang Kristen menggunakan kata shalom untuk menyapa satu sama lain. Jelas itu kata asalnya dari bahasa Ibrani. Lengkapnya shalom aleichem. Dan balasannya adalah aleichem shalom. Orang Yahudi sudah pakai shalom aleichem selama ribuan tahun. Bahkan surat-surat Paulus di dalam Alkitab selalu diawali dengan ucapan shalom aleichem. Dalam bahasa Inggris: peace be unto you. Dalam bahasa Indonesia: damai besertamu. Paulus sendiri hidup di awal tahun masehi, enam abad sebelum Islam muncul. Paulus orang Yahudi, menggunakan kebiasaan Yahudi yg, dalam bahasa Arab, menjadi assalamualaykum. Joko tidak anti assalamualaykum. Yg Joko tidak suka adalah salah kaprah itu. Seolah-olah assalamualaykum asli Arab. Tidak begitu asal-usulnya. Assalamualaykum adaptasi dari ucapan salamnya orang Yahudi yg berbunyi shalom aleichem. Atau assalamualaykum di Alkitab berbahasa Arab.
Joko melihat, Kristen memang pro Israel. Dan itu tidak mengherankan karena orang Kristen juga menggunakan kitab-kitab suci Yahudi. Secara aklamasi orang Kristen masa lalu memilih untuk ikut menggunakan seluruh kitab suci Yahudi. Makanya Kristen bisa mengikuti jalan pikiran orang Yahudi sebagai "umat pilihan Allah". Kemungkinan besar, dukungan terhadap Israel diberikan sejalan dengan mewabahnya gerakan Kristen Karismatik di seluruh dunia. Kristen Karismatik masuk ke semua organisasi Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Bahkan masuk juga ke komunitas Yahudi. Karismatik sangat pro Israel karena melihat berdirinya negara Israel sebagai penggenapan nubuat di dalam Alkitab. Hasil akhirnya, semua gereja Kristen secara implisit mendukung Israel.
Lucu juga kalau dipikir-pikir.
Yg lebih lucu adalah orang Kristen Palestina. Aslinya populasi Kristen Palestina sebanyak 35%, tetapi sekarang sudah tinggal kurang dari 5% saja. Orang Palestina yg beragama Kristen hijrah ke negara-negara Barat, sehingga Palestina menjadi radikal. Dan orang Kristen Palestina ternyata tidak berhasil menggalang dukungan gereja di satu dunia untuk menekan Israel. Secara umum, semua gereja mendukung berdirinya Israel. Walaupun, tentu saja, juga mendukung berdirinya negara Palestina. Jadi, beda dengan umat Islam yg pada umumnya mendukung penghancuran Israel tanpa belas kasihan. Ini bukan konspirasi, melainkan berkembangnya opini masyarakat dunia secara alamiah. Ada aksi, ada reaksi. Ada perubahan opini. Gereja dulu anti Semit atau anti Yahudi, sekarang mendukung Israel. Mendukung secara moral tanpa merasa perlu memaki-maki Arab atau Islam.
Gereja-gereja memang ada di seluruh dunia, tetapi mereka bukan negara. Agama merupakan urusan pribadi orang per orang. Negara tidak mengurusi agama, dan agama tidak mengurusi negara. Kalau orang Kristen satu dunia mendukung Israel, maka itu dukungan pribadi. Negaranya sendiri bisa mengecam Israel kalau ada tindakan kekerasan. Dan itu tidak seperti Indonesia yg mencampur-adukkan agama dan negara. Indonesia mau menunjukkan diri sebagai bangsa Islam. Pedahal bukan. Indonesia bukan Islam. Indonesia tidak beragama. Yg beragama itu manusia, bukan negara!
Fantasi keagamaan? Delusi?
Yesus yg disebut-sebut dalam kesaksian orang Kristen itupun cuma fantasi belaka. Caranya memang seperti itu, dalam tradisi mistisisme Kristen, yg marak semenjak jaman Reformasi. Bacalah tulisan-tulisannya Mademe Guyon, orang Katolik yg dijahati gereja itu. Pedahal Madame Guyon cuma menulis tentang kiat-kiat hidup bersama Yesus. Sekarang teknik seperti itulah yg dipakai oleh orang-orang evangelical. Jadi, Joko bahkan bisa bilang dia bercakap-cakap dengan Yesus setiap hari. Dan itu memang benar. Yesus kan cuma spiritual friend, padahal kita cuma bercakap-cakap dengan diri kita sendiri. Dan bisa ada mukjijat yg terjadi karena kesadaran kita selalu penuh, bisa mengatur banyak sinkronisitas atau kebetulan. Menggunakan figur Yesus tidak ada salahnya, kalau mau. Tetapi tidak dipakai juga tidak ada salahnya. It's a choice, dan tidak pantas dijadikan dogma seolah-olah itulah satu-satunya jalan kebenaran.
Jalan kebenaran adalah diri sendiri. Ketika Yesus bilang: I am the way, the truth and the life, maka Yesus maksudkan agar anda pakai kata itu, sambil menunjuk diri anda sendiri. Diri anda sendirilah the way, the truth and the life itu. Andalah jalan, kebenaran dan hidup. Apapun yg anda mau pakai dan anggap sebagai the truth, jadilah itu. It's you, yourself!
Yesus itu simbol, anda bisa ajak bicara di dalam diri anda sendiri. Joko sendiri dulu, bahkan sampai sekarang kadang-kadang masih bicara sama Yesus. Joko bicara sama Yesus selalu pakai bahasa Inggris.
Joko akan tanya: What should I do now, Lord?
Atau, Joko akan bilang: Lord, I am tired.
Itu kan mistisisme biasa saja, kata Joko. Kita bisa pakai simbol Yesus. Bisa pakai simbol Buddha. Bisa pakai Dewi Kuan Im. Bisa pakai Kreshna. Bisa pakai Ibu Ratu Nyai Roro Kidul. Bisa pakai Bunda Maria. Bisa pakai Eyang Sabdo Palon. Bisa pakai Eyang Prabu Siliwangi. Semuanya simbol saja, pedahal kita cuma bercakap-cakap dengan diri kita sendiri. Masa pada belum tahu? Allah juga simbol. Cara kerjanya sama. Anda mau pakai simbol yg namanya Allah atau yg lain, semuanya bekerja dengan cara yang sama. Anda akan berdialog dengan figur itu di dalam diri anda sendiri. Terkadang anda bisa memperoleh jawaban juga, melalui mimpi atau muncul begitu saja di dalam pikiran. Tetapi, anda tentu tidak kemana-mana, tidak kemasukan Jin atau apapun makhluk gaib lainnya. Anda cuma berkomunikasi dengan diri anda sendiri. Seolah-olah anda berkomunikasi dengan sesuatu yg lebih besar daripada anda, pedahal tidak. Anda cuma bercakap-cakap dengan diri anda sendiri. Menggunakan kekuatan alam bawah sadar anda sendiri.
Joko tidak fanatik, artinya dia tidak perduli simbol apa yg dipakai oleh orang. Orang mau pakai simbol yg namanya Allah, atau simbol yg namanya Dewi Kuan Im, atau yg namanya Yesus, semuanya tidak akan menjadi masalah buatnya. Itu urusan orang. Saya tahu orang itu memilih berdialog dengan dirinya sendiri menggunakan simbol itu, kata Joko. HAM Kebebasan Beragama artinya kita semua bebas menentukan simbol apa yg mau kita gunakan untuk berdialog dengan diri kita sendiri. Kita juga bebas untuk tidak menggunakan simbol apapun. Kalau tidak pakai simbol, orangnya bisa menyebut dirinya sebagai agnostik atau atheist. Pedahal sama saja, tidak ada bedanya antara orang yg memakai simbol dan orang yg tidak memakai simbol. Semua berdialog dengan diri sendiri, baik pakai simbol maupun tidak.
Anda juga bisa bercengkerama dengan Yesus. Panggil saja, bicara saja. Bisa dengan bisik-bisik, bisa juga dengan suara keras. Tapi jangan di depan orang yg gak ngerti, karena anda akan dikira orang gila. Bicara dengan Yesus sama persis seperti orang yg berdoa minta petunjuk Allah SWT. Cuma, mungkin, kalau dengan Yesus orang tidak perlu takut. Bisa ngomong apa saja. Yesus bilang, apa yg kau lakukan kepada orang lain, itu kau lakukan juga untukku. Jadi, Yesus itu sebenarnya anda. Yesus juga saya. Dan Yesus juga semua orang. Makanya Almarhumah Bunda Teresa di Calcutta bisa pungut 50,000 orang yg hampir mati dari jalanan agar bisa mati dengan bermartabat. She did that for Jesus.
Yesus adalah juga orang-orang yg mati di pinggir jalan dan tidak terurus.
Jesus is us.
Kesadaran anda bisa disimbolkan oleh Yesus. Selalu ada, dan cuma memecah diri. Kurang lebih seperti itu. Yesus tidak pernah lahir, selalu ada di surga, dan akan tetap ada terus di surga selamanya. Karena Yesus seperti itu, maka anda juga seperti itu. Anda tidak pernah lahir ke dunia ini. Kesadaran anda tetap ada di surga, dan akan selalu ada disana. Awwalu wal akhiru itu kesadaran anda, bisa disimbolkan sebagai Kristus atau Al Masih. Bisa juga disebut Yesus saja untuk gampangnya. Cuma simbol dari kesadaran yg selalu sadar thok. Dan tentu saja bukanlah hal tuhan-menuhankan. Ternyata, dalam arti terdalamnya, Kekristenan itu seperti Buddhisme. Tidak punya konsep Allah. Semua manusia itu Buddha, cuma masih belum sadar saja. Semua manusia itu Kristus (atau Yesus, untuk gampangnya), tapi belum sadar. Kalau sudah sadar, kita cuma akan tertawa saja melihat betapa bodohnya kita ketika diajak untuk percaya membabi buta sesuatu yg sebenarnya cuma filsafat saja.
Filsafat dari Kristen, dan Buddha, dan Kejawen, dan bahkan Hindu juga sebenarnya sama. Yaitu, kesadaran manusia adalah yg sadar thok itu. Dan dari yg sadar itu, lahirlah segala macam, baik bagus maupun jelek. Untuk kembali kepada Allah, cukup sadari saja bahwa anda sendirilah yg menciptakan segala macam keribetan itu, dengan bilang ada nabi besar dan ada nabi kecil. Bahkan, dengan bilang ada Buddha dan Kristus segala macam. Ada Ratu Adil dan Ratu Tidak Adil. Pedahal itu semua tidak ada. Yg ada cuma anda.
Tunjuk diri anda sendiri dan bilang: Saya adalah saya. I am what I am. Eheieh asher eheieh. Itulah nama Allah yg asli seperti dicatat oleh Musa. Tulisannya JHVH dan tidak bisa diucapkan karena haram jadah. JHVH artinya sadulur papat, empat elemen alam semesta, udara air api tanah. Dan yg kosong dan tidak ada di urutan itu adalah makna yg tersembunyi. Roh tidak ada disitu. Roh adalah kesadaran. Dan Roh itu adalah yg melihat, yg membaca, yg mengucapkan, yg sedang menelusuri kata-kata yg saya tuliskan ini satu demi satu.
Rohnya itu anda, yg sedang membaca sekarang ini!
Orang-orang Eropa banyak yg sudah sadar, makanya mereka tidak mau masuk gereja lagi. Orang-orang Indonesia yg Kristen juga sudah banyak yg sadar, yg belum sadar juga masih cukup banyak. Kesadaran seperti ini tergantung dari kematangan intelektual dan rohani manusianya. Kalau masih mau main Opera van Java, bergelut dengan imajinasi dan fantasi tentang segala macam nabi dan malaikat, maka itu bisa saja dilakukan. Tidak dilarang. Kalau mau keluar juga bisa. Tidak ada yg haram dan halal. Semuanya tergantung dari tingkat kesadaran atau spiritualitas manusianya sendiri. Satu itu yg membaca tulisan saya ini. Yang mengerti. Dan satu itu adalah kesadaran anda. Cuma itu saja. Setiap orang yg membaca adalah satu. Itulah satu yg itu, yg asli. Yg tidak terbagi. Memang cuma ada satu, tetapi yg satu itu melihat dari banyak pasang mata. Nah, yg banyak itu anda bisa abaikan, karena anda cuma bisa merasakan yg satu atau yg mutlak itu, yaitu yg ada di diri anda sendiri saja. Itulah pengertian satu, tunggal, esa. Tetapi selalu disembunyikan. Orang-orang takut membukanya. Pedahal sederhana saja, memang cuma satu, dan yg satu itu adalah kesadaran anda.
Allah itu cuma satu, dan yg satu itu melihat dari banyak pasang mata. Ada yg melihat keluar dari dalam mata saya, ada yg melihat keluar dari dalam mata anda, dan dari dalam mata setiap manusia hidup. Kesadaran yg melihat keluar dari dalam mata anda sama persis seperti kesadaran yg melihat keluar dari dalam mata saya. Yg sadar thok itu sama persis. Dan itulah yg abadi. Sadar karena sadar. Tidak tahu berasal dari mana, dan tidak tahu akan kemana setelah dia mati. Dia cuma tahu bahwa dia sadar. Itulah kesadaran Buddha. Kesadaran Kristus. Dan berbagai istilah lainnya. Kalau anda bisa dibawa keluar dari pemahaman tentang hakekat yg satu itu, maka anda akan menjadi komidi putar, akan menjadi gasing yg dilempar kesana kemari. Contoh: fantasi tentang kehidupan setelah mati, tentang amal ibadah, tentang neraka dan surga yg semuanya berkaitan dengan tindak tanduk anda menurut ajaran tertentu. Itu semuanya adalah aksesoris, dihadirkan oleh kesadaran yg satu itu.
Tetapi, pengertian tertinggi, yg bilang bahwa semuanya dihasilkan oleh kesadaran yg satu itu selalu ditutup. Dikatakan bahwa ada Allah yg menurunkan ini dan itu. Pedahal, segalanya merupakan kreasi dari yg satu, atau kesadaran yg ada di anda. Dan itu pula kesadaran Siwa. Siwa-Buddha. Semuanya cuma simbol untuk merujuk kepada kesadaran yg satu, tunggal, yg ada di dalam anda, dan saya, dan semua orang. Dan ini bukan kesadaran yg berpkir ada baik dan buruk. Bukan seperti itu, karena baik dan buruk itu soal persepsi atau cara pandang, yaitu suatu turunan lagi, dan bukan essensi. Yang essensi adalah yg satu itu, yang sadar thok. Tidak berpikir, tetapi cuma sadar. Cuma mengamati saja.
Dan itulah puncak spiritualitas!
Memang sederhana sekali, tetapi yg mau mengakui cuma orang yg sudah melewati segalanya. Kalau belum lewat jatuh bangun, orang tidak akan percaya, orang masih akan mau mencari yg wah. Pedahal tidak ada yg wah itu, kecuali permainan yg kita ciptakan sendiri. Dan yg menciptakan permainan adalah yg satu itu juga, yaitu yg sadar thok itu. Karena sadar thok, maka bisa menciptakan apapun. Bisa mempersepsikan apapun. Kalau anda sudah sampai pengertian seperti ini, maka anda tidak akan ribet dengan agama dan tradisi. Anda akan lihat apa manfaatnya. Utilitas. Azas utilitas itu lebih penting untuk menentukan pilihan. Sedangkan segala konsep Allah itu bisa kita buang. Cuma fantasi belaka. Anda kan bicara menggunakan bahasa. Bahasa itu ada atau tidak? Kalau menurut bahasa anda Allah itu ada, maka adalah. Kalau menurut bahasa anda Allah tidak ada, maka tidak adalah. Kalau anda tidak mau memutuskan ada atau tidak, ya jadilah. Antara ada dan tidak. As simple as that! Bahasa memang menentukan. Makanya kita juga bisa mendaur ulang segala macam sistem kepercayaan yg tidak lagi berguna.
Huwal awwalu wal akhiru adalah kesadaran anda. Anda tidak tahu anda ada dimana sebelum anda lahir, anda adalah awwalu. Anda juga tidak tahu akan ada kemana setelah anda mati, anda adalah akhiru. Huwal awwalu wal akhiru adalah kesadaran anda saat ini. Yg sadar bahwa dirinya sadar, disini dan saat ini. Kesadaran itu cuma satu, dan ada di semua orang. Ada di anda, ada di saya, dan ada di orang-orang lainnya. Yang melihat dari dalam mata anda adalah kesadaran yg sama seperti yg melihat dari dalam mata saya, dan dari dalam mata orang-orang lainnya. Itulah tauhid! Tapi saya boleh bilang tidak pernah menulis atau berbicara tentang yg tauhid itu, kata Joko. Kecuali terpaksa. Dan tentu saja tidak pakai istilah Tuhan apalagi Allah. Tuhan atau Allah cuma istilah yg digunakan oleh orang-orang yg masih kelas pemula. Pedahal itu baru awal, di bagian tengah kita akan mengalami kebimbangan, dan di bagian akhir kita akan buang semuanya.
Secara intuitif orang-orang Yahudi tahu bahwa Tuhan tidak bisa didefinisikan. Bahwa Tuhan itu simbolik. Nama pribadinya JHVH tidak boleh diucapkan. Kalau mau diucapkan harus pakai istilah lain, yaitu Elohim, yg diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai Allah. Bisa juga disebut Tuhan saja, yg artinya Tuan. Di masa lalu ucapannya Adonai, tetapi sekarang orang Yahudi pakai istilah Hashem. Yesus menggunakan istilah Abba untuk menyebut JHVH. Artinya bapak. Termasuk terobosan juga karena orang masa itu umumnya menyebut JHVH sebagai Adonai. Atau Eloi, dalam bahasa Aram, linguafranca di Timur Tengah 2,000 tahun lalu. Yesus juga pakai itu kata Eloi, dan terekam di Injil ketika dia mengucapkan: Eloi, Eloi, lama sabachtani! Artinya: Allah, Allah, mengapa engkau meninggalkanku! Yesus tidak menyebut JHVH karena haram diucapkan. Dia menggunakan kata ganti Eloi. Eloi itu Allah bagi umat Kristen Arab, sudah digunakan secara meluas bahkan sebelum Islam muncul 600 tahun kemudian. Cuma sebutan pengganti untuk konsep Tuhan dari Yahudi. Tuhan itu konsep.
Tuhan menurut pengertian Kristen bukan Allah. Tuhan adalah Tuan. Di dalam Yahudi dan Kristen, yg berlaku adalah ucapan Tuhan adalah Allahku. Dan bukan Allah adalah Tuhanku. Yg generik itu Allah, dan yg khusus itu Tuhan atau Tuan. Bahkan yg khusus itupun cuma simbol belaka. Ujung-ujungnya cuma simbol, tidak bisa diuraikan lagi. Cukup dibilang sebagai Tuhan atau Tuan. Menurut Joko itu boleh saja. Semua agama buatan manusia. Pemikiran saja. Filsafat. Kepercayaan. Apapun yang mau orang buat merupakan hak asasi manusia (HAM). Sayangnya banyak orang masih belum sadar bahwa Allah itu konsep. Kalau ada kata Allah orang menjadi kagum. Pedahal kalau kita menyebut Allah, maka kita cuma bermain dengan imajinasi saja. Kita imajinasikan ada Allah yang berbicara melalui manusia masa lalu, yg kita sebut sebagai para nabi. Pedahal manusia-manusia masa lalu itu juga cuma berimajinasi saja tentang Allah. Imajinasi yg dimunculkan dari kesadaran yg sadar thok itu. Sadar bahwa dirinya sadar dan bisa berimajinasi!
No comments:
Post a Comment