May 9, 2013

Saya Bukan Nasionalis Buta, Kata Joko Tingtong

by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Friday, May 10, 2013 at 10:27am

Indonesia aslinya bukanlah nama bangsa, bukan pula nama negara, melainkan istilah yg diberikan para ahli kepada kepulauan di Samudra Pasifik yg terkena pengaruh India. Ada Polinesia, ada Micronesia, ada Melanesia dan ada Indonesia. Indonesia artinya kepulauan di Samudra Pasifik yg terkena pengaruh budaya India. Hanya karena kemauan politik, jadilah Indonesia nama bangsa. Dan, hanya apabila ada kemauan politik, bisa dipertahankan sebagai bangsa.

Saya bukan nasionalis buta, kata Joko Tingtong.

Saya orang universal, humanis dan internasional. Kalau tidak ada perbaikan, saya lebih suka melihat Papua dan beberapa bagian Indonesia Timur melepaskan diri dari NKRI dan bergabung dengan Australia. Orang Kristen juga berjuang membebaskan negeri ini dari penjajahan Belanda. Orang Ahmadiyah juga. Kristen dan Ahmadiyah berjuang membebaskan Indonesia dari penjajahan bukan untuk menjadi budak bangsa sendiri. Kalau tidak ada perubahan, lebih baik negeri ini dibubarkan, dan Indonesia Timur bergabung dengan Australia. Sebagian dari kita akan otomatis menjadi anggota masyarakat beradab, negara maju, dengan income per kapita puluhan kali lebih besar dibandingkan Indonesia. Berpemerintahan bersih dari korupsi, dan sangat menghormati Hak Asasi Manusia (HAM)

Aspirasi memisahkan diri merupakan HAM, dan itu bukan subversif.

Asalkan dilakukan dengan cara beradab, maka aspirasi memisahkan diri diakui di dunia internasional. Kanada bahkan telah pernah melaksanakan referendum untuk menentukan apakah Quebec tetap menjadi bagian dari Kanada atau memisahkan diri. Orang-orang Indian di AS menyebut diri mereka bangsa terpisah. Ada puluhan bangsa Indian di AS, namanya macam-macam. Dan itu sah saja, tidak perlu dikejar-kejar dan didzolimi seperti di Indonesia. Yg perlu ditertibkan adalah aspirasi kemerdekaan yg menggunakan kekerasan. Kekerasan sifatnya haram jadah. Sekaligus kriminal.

Di dalam Australia tidak ada diskriminasi. Anda sejajar, sederajat, semua terwakili. Kalau anda menganggur, anda dapat tunjangan. Anda menghasilkan anak haram juga dapat tunjangan. Ada tunjangan kesehatan, tunjangan anak, tunjangan hari tua. Semuanya terjamin. Dan itu bisa dilakukan karena mereka pakai otak. Mereka tidak membedakan latar belakang SARA. Anda kulit item ataupun kulit putih sama saja. Sederajat.

Yg tidak berderajat itu menjadi WNI. Semua serba diskriminasi. Orang dipaksa beragama. Dihalang-halangi menikah kalau berbeda agama. Kalau kita menjadi warga negara beradab seperti Australia, segala macam perlakuan diskriminatif dan ancaman penggunaan kekerasan akan stop dengan sendirinya. Kita menjadi manusia seutuhnya. Di Indonesia, anda tidak diperlakukan sebagai manusia. Anda cuma setengah manusia disini.

Ini cuma aspirasi belaka, tentu saja. Joko Tingtong cuma berandai-andai.

Dia melihat ada kemungkinan Indonesia Timur bergabung dengan Australia. Dan mungkin juga sekalian dengan Selandia Baru dan pulau-pulau kecil di Pasifik. Orang Indonesia Timur itu orang Pasifik, satu budaya dan satu keturunan dengan orang-orang Pasifik lainnya di Hawaii, Tahiti dan Selandia Baru. Kita lihat: Hawaii, Tahiti dan Selandia Baru ternyata sudah maju sekali. Mereka maju karena dikelola oleh orang bule. Walaupun berkulit coklat, orang-orang Polinesia berstatus sama seperti bule. Budayanya dihormati, dihargai. Tidak ada pemaksaan agama. Pendidikan terjamin. Ada bermacam tunjangan. Dan suaranya didengar.

Sebagai warga negara Australia yg telah diperluas di masa depan, yg telah memasukkan Indonesia bagian Timur sebagai negara bagian, orang Kristen yg berasal dari Indonesia, walaupun item legem akan dihormati. Tidak akan dilarang bikin gedung gereja. Tidak akan dilarang bikin kebaktian di rumah.

Australia sudah berbalik 180 derajat. Mereka konsekwen berbalik 180 derajat, menjadi negara Asia. Kita tidak akan dibedakan walaupun berkulit coklat, semuanya sederajat.

Orang Aborigine di Australia dilindungi hak-haknya, dapat ganti rugi atas tanah mereka yg dulu diambil paksa oleh bule. Orang-orang Indian di Amerika juga begitu. Orang-orang Indian di Kanada juga begitu. Kita di Indonesia belum memberikan ganti rugi kepada orang-orang Papua yg tanahnya diambil paksa. Belum menetapkan daerah reservasi adat Papua.

Di negara-negara maju, semua orang sama tanpa dibedakan. Diskriminasi itu illegal. Melawan hukum. Komunitas asal bisa dipertahankan, malahan banyak, tetapi orang tidak memaksakan nilai-nilai komunitas asal ke komunitas besar dimana orang hidup bersama. Di Indonesia, nilai-nilai komunitas asal orang beragama mau dipaksakan kepada seluruh masyarakat. Itu menginjak-injak hak orang lain.

Di negara-negara maju tidak ada istilah mayoritas bisa menekan minoritas. Tidak ada itu. Semuanya sama. Tidak boleh ada diskriminasi. Di Indonesia, orang salah kaprah, mengira mayoritas bisa menekan minoritas. Mayoritas menekan minoritas itu bukan budaya orang beradab, tidak dipraktekkan di negara-negara maju.

Orang Aborigine di Australia, orang Maori di Selandia Baru, dan orang Indian di AS dan Kanada. Mereka sudah jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan orang-orang Papua. Mereka sudah dapat ganti rugi. Budaya mereka dilindungi. Kehidupan mereka terjamin, makanya Joko merasa lebih suka Papua dan sebagian Indonesia Timur bergabung dengan Australia. Kita akan langsung menjadi warga negara maju, katanya. Anggota masyarakat beradab.

Berandai-andai digabungkannya dengan yg sudah nyata seperti fakta bahwa Kristen sekarang juga telah meninggalkan dogma-dogma, secara diam-diam dan tanpa gembar-gembor. Dan sebagai gantinya menekankan hubungan pribadi antara manusia dengan Allahnya. Anda bisa akses langsung simbol-simbol keagamaan di Kristen, tanpa melalui lembaga-lembaga agama, kata Joko Tingtong.

Yesus cuma proyeksi dari kesadaran anda sendiri. Buddha juga. Siwa juga. Bunda Maria juga. Anda bisa berhubungan langsung, tanpa perlu diperintah-perintah oleh orang lain. Anda mau konsepkan seperti apapun merupakan urusan anda sendiri. Dan itulah essensi dari berbagai buku spiritual garda depan dari dunia Barat yg telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Seperti buku Conversations with God oleh Neale Donald Walsch.


Intinya, segalanya tergantung dari anda. Anda bukan budak. Anda bukan ikan yg harus ditangkapi oleh lembaga-lembaga agama. Anda tentukan sendiri agama anda. Agama anda adalah milik pribadi anda. You interprete you own religion! Anda tafsirkan sendiri agama anda! Agama anda tidak terikat kepada lembaga. Agama anda adalah pengertian anda. Hubungan anda dengan Allah anda adalah urusan pribadi anda.

Pengalaman spiritual Joko sifatnya seperti itu. Meditasi, kontemplasi, intuisi...

Joko masih kecil waktu pertama-kali mendengar istilah Sembahyang Tuhan Allah dari neneknya yg masuk hitungan sebagai member Cina Betawi. Nenek saya pakai kebaya, berbahasa Indonesia dengan beberapa kosa kata Peranakan Cina yg jelas berasal dari dialek Hokkian dan bukan Mandarin, kata Joko. Barusan Joko baru tahu bahwa sembahyang itu namanya King Thi Kong, suatu istilah yg lebih asli.

Di Alkitab memang ada istilah Tuhan Allah, terjemahan dari Adonai Elohim di bahasa Ibrani. Jadi, Tuhan Allah muncul pertama kali di Alkitab berbahasa Melayu. Dan di masyarakat peranakan Cina, Tuhan Allah dimengerti sebagai Thi Kong yg terkadang disebut Thian.

Kenyataan ini sekali lagi menegaskan thesis Joko, bahwa komunitas peranakan Cina dengan bahasa Melayu Pasarnya memang benar-benar penyebar bahasa kita. Istilah-istilah ciptaan baru langsung digunakan di komunitas peranakan. Istilah Tuhan Allah jelas baru muncul setelah Alkitab diterjemahkan ke Bahasa Melayu di abad ke-17. Tanpa ragu istilah itu langsung digunakan untuk menyebut Thi Kong atau Thian, yaitu Tuhan Allah bagi peranakan Cina. Dan, kalau istilah Tuhan sudah digunakan oleh Peranakan Cina, maka bisa dipastikan istilah itu akan menyebar dengan cepat di seluruh kepulauan Nusantara. Tadinya istilah Tuhan tidak dikenal di berbagai etnik Nusantara. Itu istilah baru, digunakan pertama kali dalam penerjemahan Alkitab ke bahasa Melayu. Dan dipopulerkan penggunaannya oleh peranakan Cina.

Tuhan artinya Tuan, tentu saja. Allah lain lagi. Kata Tuhan memang berasal dari kata Tuan yg mulanya mungkin digunakan untuk menyebut orang asing yg dianggap perlu dihormati.

Injil berbahasa Melayu yg pertama dicetak di tahun 1629, dan Alkitab lengkap berbahasa Melayu dicetak di tahun 1733. Istilah Tuhan marak di dalam Alkitab berbahasa Melayu. Di dalam Taurat Musa atau yg lebih dikenal sebagai Sepuluh Perintah Allah tertulis: "Akulah Tuhan, Allahmu..."

Tuhan berasal dari kata Tuan. Dan Allah adalah terjemahan dari kata Elohim di dalam kitab aslinya. Alkitab tahun 1733 itu hasil keroyokan, dicek dan ricek oleh para orientalis paling canggih se-jamannya yg menguasai berbagai bahasa Timur Tengah. Mereka tahu bahwa Elohim di bahasa Ibrani adalah Allah di bahasa sehari-hari. Tuhan adalah kosa kata baru yg mulai digunakan secara tertulis di dalam Alkitab berbahasa Melayu. Istilah Tuhan mulai populer ketika digunakan oleh peranakan Cina sebagai penyebar lingua franca kita.

Joko baru ingat sebagian masyarakat kita, terutama dari etnik Jawa, berharap sebentar lagi Indonesia akan menjadi mercusuar dunia. Sayangnya mereka tidak tahu bahwa satu dunia beradab sudah tidak pakai agama, sudah tidak ada istri yg sungkem sama suami, sudah tidak ada bagian waris anak perempuan yg cuma separuh bagian anak lelaki. Masyarakat yg paling beradab malahan sudah melegalkan pernikahan jeruk sama jeruk. Di Indonesia, pernikahan beda agama saja dipersulit, kalau tidak mau dibilang dilarang oleh negara.

Indonesia ini banyak anehnya, kata Joko Tingtong. Katanya mau jadi mercusuar dunia? Mercusuar dunia kok pakai agama? Mercusuar dunia kok diskriminasi perempuan? Mercusuar dunia kok belum melegalkan pernikahan antara sesama pria, dan antara sesama wanita? Untuk menjadi mercusuar dunia, mayoritas masyarakat harus meninggalkan agama. Bukan menghapuskan agama, tetapi meninggalkannya sehingga cuma ada di dalam ruang lingkup pribadi dan tidak dipertontonkan untuk umum. Domain pribadi. Itu yg dilakukan oleh negara-negara yg sekarang maju dan menjadi mercusuar dunia.

Kalau di masyarakat anda sendiri anak perempuan masih dipaksa menikah, dan kalau menikah harus sungkem kepada suaminya, dan cuma dapat warisan separuh dari bagian saudara lelakinya, maka lebih baik lupakan saja aspirasi menjadi mercusuar dunia. Jangan suka omong kosong, mending yg pasti-pasti saja. Mercusuar dunia adalah negara maju yg menghormati HAM. Indonesia masih jauh sekali dari itu. Pelecehan HAM masih ada dimana-mana. Bukan hanya di masyarakat, melainkan di keluarga juga.

Saya punya banyak teman perempuan yg dipaksa menikah karena usianya sudah 25 tahun, kata Joko Tingtong. Yg repot, ada anak perempuan yg maunya menikah sama saya saja. Saya sendiri tidak mau menikah. Saya maunya kawin saja.

Mercusuar artinya penerang, menerangi jalan bagi kapal-kapal yg berlayar di lautan di malam hari. Sebagai Mercusuar dunia, Indonesia konon akan mampu menerangi jalan bangsa-bangsa lain, seperti AS, Australia, Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Belanda, dll. Menerangi adalah kiasan, ada sesuatu yg harus diberikan Indonesia. Apakah itu? Apakah tari Pendet dari Bali? Wayang Kulit dari Jawa? Batik? Atau upacara pernikahan yg melibatkan sungkem oleh perempuan? Sungkem itu asli Jawa dan bukan dari Arab.

Jawa itu feodal, literaturnya juga literatur feodal, pesanan para raja. Negara Kertagama, Sutasoma, dan berbagai literatur yg dibanggakan itu semuanya karya pesanan raja-raja. Literatur feodal. Isinya dibesar-besarkan. Raja disembah, rakyat diinjak. Lelaki adalah kepala, wanita buntut. Wanita harus sungkem kepada lelaki, dan bukan sebaliknya. Untuk anda yg belum tahu, di negara-negara yg sekarang menjadi mercusuar dunia, perlakuan terhadap wanita memang sudah bagus dari dahulu. Disana wanita tidak mencium tangan lelaki, tetapi lelaki yg mencium tangan wanita. Tidak ada itu istri-istri yg mencium tangan suami mereka seperti masih dipraktekkan di Indonesia sampai saat ini.

Mana mau perempuan di negara beradab mencium tangan suami?

1 comment: