by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Thursday, May 9, 2013 at 10:35pm
Seorang teman bertanya kepada Joko Tingtong: "Bagaimana caranya melakukan perkawinan beda agama di negara ini?"
Joko menjawab: Saya sarankan anda menggugat UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 ke Mahkamah Konstitusi, dengan alasan anda merasa hak anda sebagai warganegara dirugikan oleh UU itu. Anda ingin menikah, dan menurut Piagam Hak Asasi Manusia (HAM) Universal, yg juga sudah diratifikasi oleh Indonesia, tidak boleh ada calon mempelai yg didiskriminasi berdasarkan SARA. Berdasarkan UUD 45 juga tidak boleh ada diskriminasi. Anda gugat saja, dan minta bantuan hukum. Banyak yg mau membantu secara gratis kalau anda mau menggugat UU itu ke Mahkamah Konstitusi.
Kalau anda bisa membuktikan bahwa hak konstitusional anda untuk menikah benar dirugikan oleh UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka itu UU itu akan dinyatakan bertentangan dengan UUD 45. Mahkamah Konstitusi yg akan menyatakan itu. Kalau tidak digugat dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 45, maka akan berlaku terus sampai diganti oleh DPR.
Tentu saja Joko tidak asal menjawab. Dia menjawab pertanyaan itu berdasarkan pengalamannya sendiri menjadi saksi korban dalam kasus UU Pelarangan Buku. Waktu itu ada beberapa buku yg dilarang peredarannya oleh Kejaksaan Agung, dan mereka yg merasa dirugikan menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Menggugat agar UU Pelarangan Buku dinyatakan bertentangan dengan UUD 45.
Saat itu mereka yg memahami HAM akan bisa langsung melihat bahwa UU Pelarangan Buku yg dipakai oleh pemerintah Indonesia jelas melanggar HAM, yaitu HAM Kebebasan Berpendapat dan HAM Kebebasan Memperoleh Informasi. Yg tidak diketahui oleh masyarakat banyak adalah fakta bahwa HAM Kebebasan Berpendapat dan HAM Kebebasan Memperoleh Informasi ternyata juga sudah masuk ke dalam UUD 45 yg telah di-amandemen. Silahkan baca kembali bagian dari UUD 45 yg telah di-amandemen.
Tentang HAM Kebebasan Berpendapat, UUD 1945, Pasal 28 E, ayat (2) :"Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuruninya."
Tentang HAM Kebebasan Memperoleh Informasi, UUD 1945, Pasal 28 F : "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Dengan kata lain UU Pelarangan Buku berpotensi untuk dinyatakan melanggar UUD 45 atau tidak konstitusional. Yg bisa menyatakan bahwa UU itu tidak konstitusional cuma Mahkamah Konstitusi.
Apabila ada yg mengajukan judicial review, lengkap dengan saksi-saksi korban yg merasa hak konstitusional mereka dirugikan dengan adanya UU Pelarangan Buku itu, maka barulah Mahkamah Konstitusi akan menguji materi UU bersangkutan. Maksudnya, diuji apakah materinya melanggar materi dari UUD 45 atau tidak.
Tentu saja sekarang semua orang sudah tahu bahwa UU Pelarangan Buku tidak ada lagi. Sudah dinyatakan tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Dan Joko Tingtong ikut berperan, menjadi salah satu saksi korban yg menyatakan dirinya merasa dirugikan. Joko membacakan pernyataannya di hadapan para hakim konstitusi yg dipimpin sendiri oleh ketuanya saat itu, Mahfud MD.
Dulu mungkin orang bisa bilang bahwa UUD 45 bukanlah Piagam HAM Universal. Tetapi sekarang ternyata pasal-pasal Piagam HAM Universal telah masuk ke dalam UUD 45. Telah menjadi bagian dari konstitusi kita sendiri. Para hakim konstitusi itu mengerti HAM, cuma mereka sifatnya menunggu. Maka, silahkan ajukan saja uji materi atau judicial review.
Bahkan satu orang saja yg menjadi saksi korban telah akan bisa membuat satu revolusi besar. Dulu di Amerika Serikat ada doa yg wajib dibaca di sekolah-sekolah umum milik negara. Ini doa Kristen biasa. Tetapi praktek doa itu akhirnya dinyatakan tidak konstitusional karena ada seorang murid yg beragama Yahudi mengajukan keberatan. Konsekwensinya tentu saja banyak setelah doa di sekolah dinyatakan tidak konstitusional, yaitu termasuk dipretelinya simbol-simbol keagamaan tertentu dari semua sekolah milik negara AS.
Kita bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi apabila merasa ada diskriminasi. UUD 45 yg di-amandemen jelas mencantumkan pasal non diskriminasi.
Apabila anda di-diskriminasi oleh UU tertentu, maka berarti hak konstitusional anda dirugikan. Anda bisa lapor ke Mahkamah Konstitusi yg akan memeriksa isi dari UU yg digunakan untuk men-diskriminasi anda itu. Anda akan menjadi saksi korban. Dan Mahkamah Konstitusi bahkan akan bisa memanggil para ahli untuk menjelaskan substansi dari materi yg menyebabkan anda merasa di-diskriminasi. Anda tidak perlu berargumen tentang substansi, karena anda hanya akan menjadi saksi korban dari penerapan UU itu.
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yg mensyarakatkan hanya mereka yg seagama saja yg bisa menikah secara resmi juga berpotensi untuk dinyatakan tidak konstitusional. UU itu mempraktekkan diskriminasi warganegara berdasarkan agama. Bukti-bukti yg disodorkan adalah para warganegara yg merasa menjadi korban dan bersaksi bahwa UU itu telah menginjak-injak HAM mereka seperti yg dijamin di dalam UUD 45. Kalau itu bisa terbuktikan, maka UU yg dimohonkan itu akan dinyatakan tidak konstitusional, tanpa perlu dibahas lagi pasal-pasalnya.
Mahkamah Konstitusi cuma akan bilang UU itu konstitusional atau tidak.
Kita semua tahu ini undang-undang yg sangat tidak masuk akal karena disyaratkan bahwa hanya mereka yg seagama saja yg bisa menikah. Kalau tidak seagama maka tidak bisa menikah. Entah sudah berapa juta orang yg menjadi korbannya. Saksi-saksi korban bisa dihadirkan dengan mudah. Ribuan orang berbeda agama yg sekarang tidak bisa menikah karena ada UU itu. Dan ribuan orang yg akhirnya menikah dengan orang lain karena terganjal oleh UU itu ketika mereka mau menikah dulu.
Mereka semua bisa bersaksi, namanya saksi korban.
Pedahal merupakan HAM yg ada di diri kita untuk menikah dengan siapa saja tanpa membedakan agama. Asalkan orangnya tidak terikat dengan pernikahan lain dan sudah berusia dewasa, maka kita bisa menikah dengannya. Negara tinggal mencatatkan saja. Seharusnya begitu, tapi di Indonesia tidak bisa.
Karena ada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 itu, maka mereka yg berbeda agama harus membatalkan pernikahan atau terpaksa berganti agama.
Dan praktek itu masih berlangsung sampai detik ini. Dahulu prakteknya tidak seperti itu. Baru sejak tahun 1974, negara RI mengharuskan hanya mereka yg beragama sama saja yg bisa menikah.
Ada HAM kita yg dijamin oleh UUD 45 yg telah di-amandemen tapi masih tidak dilaksanakan dengan konsekwen oleh negara RI karena UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 masih berlaku.
HAM untuk menikah, UUD 1945, Pasal 28 B, Ayat (1) : "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah."
Lalu bandingkan HAM untuk menikah itu dengan HAM memperoleh Perlakuan Non Diskriminasi, UUD 45, Pasal 28 I, Ayat (2) : "Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu."
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 itu mempraktekkan diskriminasi terhadap warganegara, dalam hal ini diskriminasi berdasarkan agama. Anda menggugat UU itu ke Mahkamah Konstitusi, anda minta agar UU itu dinyatakan tidak konstitusional dengan alasan hak asasi anda seperti dijamin oleh UUD 45 dirugikan.
Ingat kata kunci itu: merugikan!
Apakah anda merasa dirugikan oleh penerapan suatu UU tertentu? Apabila ya, dalam hal apa? Bagaimana? Lalu ceritakan! Itulah yg namanya menjadi saksi korban di mahkamah konstitusi!
Dalam kasus UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, anda bisa bersaksi bahwa anda terpaksa kumpul kebo dengan pasangan anda yg sekarang selama 10 tahun berturut-turut karena anda tidak bisa menikah secara resmi. Kenapa tidak bisa menikah? Karena terganjal oleh UU itu yg mensyaratkan mempelai harus seagama. Pedahal anda berbeda agama. Lalu anda perinci kerugian anda moril dan materil.
Kesaksiannya bisa bermacam-macam.
Bisa juga kesaksian diberikan oleh orang yg sudah terpaksa berganti agama supaya bisa menikah. Pedahal dia cuma mau menikah, dan bukan mau berganti agama.
Bisa juga kesaksian dari orang yg terpaksa harus ke pengadilan negeri dahulu untuk membuat pernyataan tidak beragama supaya bisa menikah dengan orang yg juga harus membuat pernyataan serupa di pengadilan negeri.
Setelah itu tinggal Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 itu konstitusional atau tidak. Bertentangan dengan UUD 45 atau tidak.
No comments:
Post a Comment