May 5, 2013

Ajaran Paulus yg Revolusioner



by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Sunday, May 5, 2013 at 9:19am

Joko Tingtong pernah menjadi konselor dalam beberapa Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Jakarta: ketika Benny Hinn datang, dan ketika Reinhard Bonnke datang. Itu di awal tahun 1990-an. Joko juga telah menamatkan kursus Alkitab yg diadakan oleh salah satu denominasi Kristen. Bukan kursus Alkitab kacangan, tetapi first class. Pakai bahasa Inggris lagi. Perlu waktu dua tahun untuk menamatkan kursus itu. Kalau mau, Joko bisa jadi penginjil. Tapi Joko tidak mau.

Dari apa yg Joko pelajari, inti dari kekristenan adalah bagaimana hidup dengan hati nurani yg bersih. Cuma itu saja. Dan untuk mencapai hati nurani yg bersih, digunakanlah simbol Yesus. Simbol untuk Yesus macam-macam. Bukan cuma salib saja. Domba simbol Yesus juga. Sebagaimana orang Yahudi memotong domba jantan yg sempurna tanpa cela sebagai persembahan kepada Adonai (Tuhan), maka Yesus, secara simbolik, mati di salib supaya manusia tidak usah lagi potong-memotong hewan agar memperoleh hati nurani yg bersih. Qurban kambing atau domba itu ritual Yahudi sejak ribuan tahun lalu. Ada tertulis prosedurnya di taurat Musa. Dan tujuannya agar umat memperoleh hati nurani yg bersih.

Jadi inti kekristenan bukanlah segala macam perayaan ini dan itu. Bukan segala haram dan halal. Bukan segala macam shodaqoh. Kalaupun mau dilakukan, maka segala syariat itu adalah aksesoris, bukan yg utama. Dan yg mengerti hal itu dengan sangat jelas cuma Rabbi Saul dari Tarsus, yaitu yg sekarang kita kenal sebagai Rasul Paulus. Paulus ini bukan murid langsung dari Yesus, tetapi dialah satu-satunya yg mengerti pesan dari Yesus, yaitu bagaimana agar manusia memperoleh hati nurani yg bersih. Dari hati nurani yg bersih ini akan muncul berbagai macam kebaikan. Hati nurani yg bersih adalah yg utama, bukan segala macam syariat. Makanya Paulus ngotot menghapuskan syariat sunat dan haram makan babi yg masih dipertahankan oleh murid-murid langsung dari Yesus.
Berlainan dengan sangkaan orang, Paulus sama sekali tidak mengajarkan doktrin Trinitas. Paulus menggunakan bahasa Yunani untuk menuliskan surat-suratnya, surat-surat Paulus yg masuk menjadi bagian dari Alkitab semuanya ditulis dengan latar belakang pemikiran Yunani. Kita bisa bayangkan bagaimana susahnya menerjemahkan pemikiran Yahudi ke dalam alam pemikiran Yunani di awal abad masehi 2,000 tahun lalu. Tetapi sedikit banyak Paulus berhasil. Pesan dari Yesus bisa diteruskan selama 2,000 tahun sampai sekarang. Dan itu adalah tentang hati nurani yg bersih. Tetapi tentu saja anda harus buang segala macam pernak-pernik yg sudah tidak relevan. Buanglah yg tidak relevan, dan ambillah intinya. Dan itu tentang hati nurani yg bersih. 
Tanpa syariat karena secara simbolik Yesus sudah menghapuskan segala macam syariat. Tidak perlu lagi ada ritual potong kambing, misalnya. Kambingnya adalah Yesus sendiri. Sudah mati dan sekarang sudah hidup lagi. Kurang lebih seperti itu jalan pemikirannya. Memiliki hati nurani yg bersih bukan berarti kita bebas berbuat kejahatan. Anda punya hati nurani, bukan? Anda tahu mana yg baik, dan mana yg buruk. Anda tahu, kalau anda melakukan yg baik maka anda dan banyak orang akan memperoleh manfaat. Kalau anda melakukan yg buruk, maka anda sendiri dan orang-orang lain akan harus menanggung akibatnya. Anda bisa berpikir. Berpikirlah. Dan ambillah keputusan. Apapun yg anda ambil punya konsekwensi. Kalau anda telah melakukan semuanya, dan anda tetap terpuruk, tetaplah berdiri dengan tegak, karena anda tahu bahwa anda punya hati nurani yg bersih. Anda tahu bahwa anda telah lakukan segalanya sekuat kemampuan anda. Tidak perlu ada perasaan menyesal, tidak perlu ada perasaan berdosa. Apa yg lewat sudahlah lewat. Apa yg ada di depan tetap akan datang. Dan anda cuma bisa ada di saat ini. Sekarang.

Dengan hati nurani yg bersih, anda hidup di saat sekarang.
Joko diam sebentar, dan menulis lagi. Sebenarnya concern tentang hati nurani juga merupakan inti dari Yudaisme. Tetapi mereka benar-benar jahilliyah, sehingga Musa harus memberikan syariat yg begitu berat. Berbagai macam peraturan haram dan halal. Tanpa ada peraturan haram dan halal, orang Yahudi 3,000 tahun lalu tidak akan bisa mengerti tentang yg baik dan yg jelek. Manusia masa lalu yg tidak jauh berbeda dengan manusia primitif masa sekarang. Otaknya tidak jalan. Makanya harus ada banyak syariat. Walaupun intinya tetap, yaitu agar manusia bisa hidup dengan hati nurani yg bersih. Menurut Joko, tauhid itu tentang hati nurani yg bersih. Tentang kesadaran. Kita sadar bahwa kita sadar. Kita sadar bahwa kita punya pikiran dan punya tubuh fisik. Kita sadar bahwa the real time, waktu yg nyata, cuma ada di saat ini. Now. Sekarang. Dan untuk bisa hidup di saat sekarang, kita harus memiliki nurani yg bersih. Tidak dibebani oleh masa lalu maupun dirisaukan oleh masa depan. Living in the now only.

Itu tauhid. 
Kekristenan bukan tentang menyembah Allah. Allah apa yg mau disembah? Allah ciptaan Musa? Segalanya itu simbol. Ada simbol JHVH di kitab-kitab Yahudi (Alkitab bagian Perjanjian Lama), dan ada simbol Yesus di kitab-kitab Kristen (Alkitab bagian Perjanjian Baru). Keduanya menjadi bagian dari doktrin Trinitas. Pedahal, concern utama adalah bagaimana manusia bisa hidup sejahtera dengan hati nurani yg bersih. Jalannya beda jauh di masa sebelum dan sesudah Yesus, tetapi concern-nya tetap sama. Solusi dari Musa adalah syariat. Solusi dari Yesus adalah: semuanya dimaafkan.

Tujuannya sama, agar memiliki hati nurani yg bersih.

Dan menyebarkan agama tidak salah, baik kepada orang yang sudah beragama maupun kepada orang yang tidak beragama. Yang salah adalah memaksakan agama kepada orang lain. Orang mau berdakwah kepada saya boleh saja, kata Joko, tetapi apakah saya mau didakwahi adalah soal lain. Kalau saya tidak mau, maka orang itu tidak berhak memaksa dan mengancam saya. Pada pihak lain, saya tidak berhak untuk melarang dia meneruskan usahanya jualan agama. Merupakan hak asasi manusia (HAM) untuk berjualan agama.
Indonesia ini penuh salah kaprah. Yang tidak perlu dilarang malahan dilarang. Yang harus dilarang, malahan dibiarkan. Yang tidak perlu dilarang adalah perbedaan agama, perbedaan aliran, perbedaan akidah. Semua agama itu memang berbeda, dan pembahasan tentang hal ini bisa dilakukan dengan terbuka, tanpa perlu ditutup-tutupi. Kalau dibiarkan pembahasan terbuka tanpa ada yang perlu dilindungi, maka akan terlihatlah bahwa semua agama itu buatan manusia. Tanpa ada kecuali semuanya buatan manusia. Yang perlu dilarang adalah pemaksaan keseragaman. Seolah orang harus masuk kotak dan menurut apa kata ulama. Agama juga tidak bisa dilecehkan karena agama benda mati. Benda mati abstrak. Yang bisa dilecehkan itu manusia. Yesus itu manusia, sama seperti anda dan saya. Tetapi dijadikan Allah Putra dalam doktrin Trinitas, agar bisa diterima di dalam alam pemikiran Yunani. Allah satu, tetapi punya tiga pribadi: Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Doktrin belaka, kompromi politik, dan bukan ajaran Paulus.

Siddharta Gautama juga manusia biasa. Sekarang menjadi Buddha. Di-buddha-kan? Semua manusia yg dinabikan, di-illah-kan (dijadikan Allah), dan di-buddha-kan itu manusia biasa. 
Untuk anda yg belum tahu, di Kristen tidak ada doktrin amal ibadah. Makanya orang Kristen tidak pernah mengucapkan "semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah". Itu tidak ada di Kristen. Tetapi, tiadanya doktrin amal ibadah malahan bisa memunculkan begitu banyak sumbangan bagi kemanusiaan. Charity atau amal banyak sekali diberikan oleh orang Kristen tanpa pertimbangan supaya amalnya diperhitungkan Allah. Kristen mengajarkan semua orang percaya masuk Surga. Masuk Surga karena percaya diselamatkan, dan bukan karena amal ibadahnya.
Kemungkinan konsep amal ibadah juga dipakai oleh Kristen. Tetapi itu ratusan tahun lalu, sebelum muncul reformasi Protestan. Sekarang umumnya sudah tidak ada lagi. Sudah ditinggalkan. Orang-orang Kristen dimana-mana sudah tahu secara intuitif bahwa segalanya cuma simbolik. Ada simbol Yesus, ada simbol Surga, ada simbol Neraka. Yang diperlukan adalah hati nurani yg bersih. Dan itu untuk di dunia ini saja, bukan untuk setelah mati. Hidup setelah mati cuma bisa diasumsikan abadi. Diungkapkan dengan bahasa simbolik. Tetapi apakah benar ada hidup setelah mati kita juga tidak bisa tahu dengan pasti. Kita semua masih hidup. Kita belum pernah mati. Makanya Kristen menyerahkan segalanya kepada hati nurani manusia. Orang yg beragama Kristen harus memutuskan sendiri apa yg ingin dilakukannya dengan hidupnya. Gereja bisa mengajarkan amal ibadah, bisa mengajarkan perpuluhan, bisa mengajarkan bahwa tanpa gereja orang akan masuk Neraka, bisa mengancam dan sebagainya. Tetapi orang Kristen seyogyanya tidak takut itu. Kalau ternyata tidak nyaman dengan gerejanya, orang bisa keluar dari gereja itu dan masuk organisasi gereja lainnya. Tidak ada teror. Tidak ada pelecehan HAM berupa maki-makian dan pengrusakan fisik. Yg seperti itu sudah lewat masanya. Masa jahilliyah Kristen sudah lewat ratusan tahun lalu.
Joko lihat, konsep amal ibadah makin lama makin menghilang di kekristenan, dan akhirnya kembali lagi kepada pengertian asli di dalam Perjanjian Baru, dimana manusia diselamatkan oleh iman dan bukan oleh amal ibadah. Di dalam kitab-kitab Kristen, tertulis semua orang percaya adalah orang suci. Suci karena percaya, dan bukan karena beramal ibadah. Amal ibadah sebesar apa pun tidak bisa menyogok Allah. Iman di Kristen itu masih bisa dipakai, masih relevan. Iman itu tentang percaya bahwa dirinya diselamatkan. Karena selamat, maka tidak usah memikirkan lagi tentang kehidupan setelah mati. Sekarang tinggal bekerja saja menyambung hidup di dunia. Tetapi pengertian itupun baru akhir-akhir ini saja dipahami oleh banyak orang Kristen. Mulai dipahami setelah kitab suci diterjemahkan ke semua bahasa yg ada di dunia, dan orang bisa membaca sendiri. Kalau tetap mengharapkan perantaraan ulama, maka jalan paling logis adalah amal ibadah. Ulama yg pintar harusnya selalu menekankan amal ibadah demi kepentingan kedudukannya sendiri.
Setelah umat menemukan sendiri inti kekristenan, akhirnya sebagian dari mereka tidak mau lagi beribadah. Banyak yg sudah seperti itu di Eropa Barat. Amal jalan terus tentu saja, dan diberikan kepada siapa saja yg membutuhkan. Amal dari negara-negara Barat untuk dunia berkembang tidak terhitung jumlahnya. Itu bagian dari kekristenan juga. Memperjuangkan HAM termasuk jenis baru dari kekristenan. Memperjuangkan kesetaraan perempuan juga. Walaupun, tentu saja, semuanya tidak lagi membawa-bawa agama. Jadi, apa yg perlu dipercaya? Yg perlu dipercaya adalah fakta bahwa anda hidup di dunia, dan setelah itu anda akan mati. Setelah mati ada apa kita tidak tahu. Kita cuma bisa berbuat baik di dunia ini, semampu kita. Setelah itu ada apa bukan urusan kita. Itulah iman. Dan iman itu tidak perlu pakai agama. Tidak perlu pakai amal ibadah. Tidak perlu pakai syariat. Yg perlu, anda percaya. Percaya bahwa segala dosa-dosa anda dimaafkan sehingga bisa hidup dengan hati nurani yg bersih.

Itu ajaran Paulus yg hidup 2,000 tahun yg lalu. Masih revolusioner, bahkan di abad ke-21 Masehi ini.

No comments:

Post a Comment