by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Thursday, May 9, 2013 at 10:22am
Tarot cukup bagus sebagai pembuka jalan untuk mempelajari simbolisme, kata Joko Tingtong. Ada berbagai macam simbol di semua budaya. Simbol belaka. Bahkan yg namanya Allah juga simbol. Semuanya tentang kejiwaan kita sendiri. Psikologi. Tujuannya agar kita bisa menjadi manusia yg sehat jiwanya. Cuma itu saja. Mempelajari simbol tarot tidak susah. Satu bulan sudah cukup. Yg mungkin orang merasa berat adalah meditasinya. Tanpa meditasi, tarot tidak bisa jalan. Saya bisa confident pakai kartu tarot karena saya sudah overdosis meditasi, lanjut Joko. Saya bisa bicara tanpa berpikir, keluar apa adanya saja. Dan itu saya praktekkan dalam tulisan. Saya menulis juga tidak berpikir. Apa yg muncul langsung saya tulis.
That's tarot in action!
Dunia
materi ini penuh dengan simbol. Simbol adanya di dalam pikiran kita
saja. Secara materi tidak ada, mati. Tetapi secara spiritual ada, adanya
di dalam pikiran kita. Spiritual artinya rohaniah. Rohaniah itu bukan
fisik melainkan non fisik. Pikiran kita non fisik. Karena non fisik,
maka kita bisa ubah. Kalau tidak suka, tinggal ubah saja. Agak susah
mengubah pola baku di dalam pikiran kalau kita tidak pakai meditasi.
Dengan meditasi kita bisa kun faya kun. Kalau telah mencapai gelombang
otak rendah sekali, tinggal bilang saja.Tinggal ucapkan saja. Kalau
memang pas, ada yg menyambung, maka akan terjadi sesuatu.
Dan itulah juga cara kerja nubuah!
Dan itulah juga cara kerja nubuah!
Membaca
kartu tarot adalah membaca pikiran orang yg bertanya, dan mengikutinya.
Apa yg dipercayainya, apa yg dimauinya. Pembaca tarot seharusnya
netral, cuma menjadi cermin saja. Kalau yg dibacakan tarot ingin
menceburkan diri dan bertanya bagaimana caranya, Joko akan kasih tahu
caranya. Joko cuma membaca pikiran. Joko tidak bilang benar atau salah.
Orang tetap harus memutuskan sendiri apa yg ingin dilakukannya. Ada yg
tidak bisa diubah, dan ada yg bisa diubah. Tetapi, apakah benar akan ada
perubahan tentu saja tergantung dari orangnya sendiri. Orangnya mau
atau tidak? Kalau orangnya tidak mau, ya tidak bisa. Tidak ada yg bisa
memaksa kita kalau kita tidak mau berubah.
Joko
Tingtong melanjutkan: walaupun saya mulai dengan tarot, sekarang sudah
susah untuk menempatkan tarot di dalam tulisan-tulisan saya. Jaman kita
sekarang sudah jauh berbeda dengan jamannya Arthur Edward Waite dan
Aleister Crowley. Di jaman mereka, tarot masih bisa terus dibawa-bawa
sampai ke setiap aspek. Di jaman sekarang, itu tidak bisa. Spiritualitas
sudah makin dimengerti, orang tahu apa yg nyata dan apa yg cuma
konseptual. Lagipula, sudah ada dekonstruksi. Kalau tujuannya
meng-advokasi dan meng-akomodasi perubahan, kita harus pakai medium yg
lebih netral, yg bisa dimengerti dan digunakan oleh semua orang.
Dalam
keterbatasannya, tarot masih tetap berguna. Sayangnya tidak semua
pewacana tarot menguasai simbolisme. Mungkin secara intuitif tahu, tapi
masih merasa takut untuk bicara atau menulis. Pedahal tidak perlu takut,
tidak perlu jadi orang klenik juga. Misalnya, Joko bisa bilang the High Priestess, kartu arcana mayor kedua, adalah Nyi Roro Kidul. Dan itu benar! Sama-sama simbol. Dan simbol lokal yg paling dekat dengan the High Priestess adalah
Nyi Roro Kidul. Sama-sama ber-elemen air. Sama-sama memberikan
pengetahuan. Sama-sama bisa kuat menguasai hati manusia, atau membawa
manusia untuk mengubah hatinya sendiri.
Lalu dari mana
asal-usul 72 bidadari surga yg, katanya, dituliskan di dalam Al Quran?
Menurut Joko itu simbolik saja, yaitu angka yg diperoleh dari gothak
gathik gathuk nama Allah yg tidak boleh diucapkan di dalam Yudaisme,
yaitu JHVH.
JHVH merupakan gabungan 4 abjad Ibrani.
Jod, He, Vau dan He. Tiap abjad Ibrani juga sekaligus angka. Jadi, Jod
memiliki nilai 10. He memiliki nilai 5. Vau memiliki nilai 6. JHVH
diurutkan dalam empat susun akan menghasilkan 4 Jod + 3 He + 2 Vau + 1
He. Setelah dijumlahkan, ternyata total angka yg diperoleh adalah 72.
Dan, menurut Joko, itulah asal usul kisah tentang bidadari surga di
dalam Al Quran. Tidak lain dan tidak bukan merupakan angka rahasia yg
diperoleh dari gothak gathik gathuk nama Allah orang Yahudi yg haram
diucapkan itu.
Nama ilmu gothak gathik itu Gematria.
Ini ilmu kuno sekali. Sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Mungkin sejak
abjad Ibrani ditemukan. Gematria adalah bagian dari Kabalah, ajaran
esoterik Yahudi. Esoterik artinya tersembunyi, tidak boleh diajarkan
untuk umum.
Al Quran mengandung banyak simbol. Simbol
belaka, dan artinya harus kita interpretasikan. Tetapi banyak orang
tidak tahu asal-usulnya. Kebetulan Joko kemarin jalan-jalan ke internet,
dan menemukan bahwa angka ajaib tentang bidadari surga yg berjumlah 72
ternyata berasal dari nama gaib Allah. Selama ini kan orang ribut
tentang 72 bidadari surga yg konon ditulis di dalam Al Quran. Joko tidak
meributkan bidadari surga, tetapi mencari tahu dari mana angka 72 itu
berasal. Ternyata asalnya dari ilmu Gematria di dalam Kabalah.
Allah,
atau yg secara simbolik dituliskan sebagai JHVH di dalam Yudaisme, bisa
dijumlahkan berapa nilainya. Tetapi ternyata tidak langsung
dijumlahkan, melainkan disusun menjadi 4 tingkat dahulu. Disusun menjadi
bentuk segita yg beralaskan bumi dan mencapai langit. Segitiga juga
merupakan bentuk geometrik spiritual. Setelah JHVH diurutkan dalam
bentuk segitiga spiritual itu, yg berarti bersusun 4, dan dijumlahkan
semua angkanya yg muncul, hasilnya adalah 72. Menurut Joko itulah asal
usul 72 bidadari surga di dalam Al Quran. Di dalam Kabalah, angka 72 itu
bukanlah bidadari melainkan malaikat. Malaikat adalah emanasi dari
Allah sendiri. Emanasi artinya pancaran.
Tangan Joko lalu jalan sendiri. Menuliskan. Agama itu institusi, punya tujuannya sendiri, yg tidak selalu bagus bagi individu. Perang salib bagus tidak untuk individu? Jihad bagus tidak untuk individu? Semuanya jelek. Agama tidak perlu didamaikan. Asal penganutnya tidak saling mengganggu sudah cukup.
Di Indonesia masih banyak juga orang spiritual kampungan; asalnya dari kampung dan mungkin baru pindah ke kota. Cirinya pura-pura bodoh atau bodoh asli. Mereka merasa budaya tradisional Indonesia tinggi sekali. Itu juga waham, delusi, penipuan diri sendiri. Yg tradisional bagusnya cuma satu, yaitu masih punya malu. Setidaknya masih bisa merasa malu kalau kedoknya terbongkar.
Tangan Joko lalu jalan sendiri. Menuliskan. Agama itu institusi, punya tujuannya sendiri, yg tidak selalu bagus bagi individu. Perang salib bagus tidak untuk individu? Jihad bagus tidak untuk individu? Semuanya jelek. Agama tidak perlu didamaikan. Asal penganutnya tidak saling mengganggu sudah cukup.
Di Indonesia masih banyak juga orang spiritual kampungan; asalnya dari kampung dan mungkin baru pindah ke kota. Cirinya pura-pura bodoh atau bodoh asli. Mereka merasa budaya tradisional Indonesia tinggi sekali. Itu juga waham, delusi, penipuan diri sendiri. Yg tradisional bagusnya cuma satu, yaitu masih punya malu. Setidaknya masih bisa merasa malu kalau kedoknya terbongkar.
Joko tahu seperti apa
praktek orang spiritual di Nusantara jaman dulu. Orang-orang di
Kalimantan dan Sulawesi punya ritual mengayau atau potong kepala orang.
Untuk inisiasi, mereka harus cari kepala orang di kampung lain. Dan
dipotong. Cuma untuk tumbal inisiasi. Itu biadab, dan cuma berhenti
setelah dilarang oleh Belanda. Budaya suttee atau sati,
menceburkan diri ke api pembakaran jenazah suami, masih dipraktekkan di
Bali sampai akhir abad ke 19. Cuma berhenti setelah dilarang oleh
Belanda juga. Orang-orang Batak juga punya praktek semacam itu, dan cuma
berhenti setelah kena pengaruh Kristen Jerman yg dibawa oleh misionaris
Nommensen.
Yang paling parah di Jawa, raja-raja Jawa
dan para bangsawan memungut pajak dalam bentuk rodi (kerja paksa yg
secara halus disebut sebagai gotong-royong). Ketika Belanda menaklukkan
Jawa, Belanda mengambil-alih hak untuk memerintahkan rodi itu. Jadi,
sebenarnya Belanda menggunakan wewenang raja dan para bangsawan di Jawa.
Bukan kerja yg dipaksakan oleh Belanda, melainkan Belanda menggunakan
kerja paksa yg merupakan hak pemimpin pribumi.
Bagusnya,
Indonesia sudah memperoleh pendidikan sejak akhir abad ke-19. Belanda
sudah membangun sekolah-sekolah, dengan konsentrasi terbanyak di Jawa,
Sumatra Barat dan Sulawesi Utara. Belanda sudah menetapkan bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Jadi sebenarnya indonesia
ini sudah terbentuk sejak akhir abad ke-19 ketika Belanda berhasil total
menyatukan Hindia Belanda. Pembangunan sudah dimulai. Kita cuma tinggal
mengikuti saja. Sayangnya, naluri primitif penduduk Indonesia ternyata
masih cukup kuat. Masih suka ada perang suku, perang agama. Bahkan
sampai sekarang. Itu ciri-ciri masyarakat primitif.
Indonesia
bagian dari masyarakat internasional, walaupun standardnya tertinggal.
Ada budaya internasional yg dianut oleh satu dunia. Dan budaya
internasional itu lebih tinggi nilai kemanusiaannya dibandingkan dengan
budaya asli Indonesia. Ini budaya yang menghormati Hak Asasi Manusia
(HAM). Di masyarakat tradisional Indonesia tidak dikenal HAM. Mungkin
ada hak, tetapi standardnya beda. Standard kampung, bukan standard
internasional. Tantangan yg kita hadapi sebenarnya adalah bagaimana
membawa Indonesia ke kancah internasional. Kita harus coming out menjadi bangsa beradab di antara bangsa-bangsa di dunia ini. Dan itu harus dibuktikan.
Di
mata satu dunia, bahkan Australia yg cuma berpenduduk 22 juta orang
dipandang memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan Indonesia yg
berpenduduk 235 juta orang. Kenapa? Karena Australia sudah ikut standard
internasional, Indonesia belum. Indonesia masih primitif, masih
berstandard ganda, masih berpikir dan berperilaku seperti budak. Budak
para pemimpinnya? Maybe, wallahualam!
Saya
tidak mendorong orang Indonesia untuk menjadi orang Barat, kata Joko
Tingtong. Saya mendorong orang Indonesia untuk bersaing dengan orang
Barat. Kita bisa lebih beradab dibandingkan orang Barat, kalau kita mau
mencoba. Kita bisa menemukan terobosan baru dalam bidang HAM. Kita bisa
berpikir dengan lebih cerdas dan jernih dibandingkan orang Barat, itu
juga kalau kita mau.
Langkah pertama: sadarilah!
Sadarilah bahwa kita sudah terlalu banyak menipu diri sendiri. Kalau sudah sadar, barulah coming out. Keluar dari diri sendiri. Berbicara apa adanya. Menulis apa adanya. Tidak perlu membanggakan segala Atlantis yg belum tentu pernah ada di Indonesia. Kalaupun ada, kita ini bukan keturunan Atlantis. Orang Atlantis bukan budak. Kita ini keturunan budak!
Tetapi budak tidak harus tetap menjadi budak. Kita bisa memproklamirkan kemerdekaan diri kita pribadi. Kita bisa bilang, kita bukan budak. Bukan budak agama. Bukan budak tradisi. Bukan budak Allah. Bukan budak Yesus. Bukan budak suami. Bukan budak istri. Bukan budak pacar resmi. Bukan budak pacar gelap. Bukan budak ritual. Kita manusia bebas. Dan itulah yg masuk standard internasional. Yg bisa diterima sebagai deklarasi manusia universal yg jujur. Kejujuran dihargai dimana-mana, sedangkan kemunafikan tidak ada harganya.
Sadarilah bahwa kita sudah terlalu banyak menipu diri sendiri. Kalau sudah sadar, barulah coming out. Keluar dari diri sendiri. Berbicara apa adanya. Menulis apa adanya. Tidak perlu membanggakan segala Atlantis yg belum tentu pernah ada di Indonesia. Kalaupun ada, kita ini bukan keturunan Atlantis. Orang Atlantis bukan budak. Kita ini keturunan budak!
Tetapi budak tidak harus tetap menjadi budak. Kita bisa memproklamirkan kemerdekaan diri kita pribadi. Kita bisa bilang, kita bukan budak. Bukan budak agama. Bukan budak tradisi. Bukan budak Allah. Bukan budak Yesus. Bukan budak suami. Bukan budak istri. Bukan budak pacar resmi. Bukan budak pacar gelap. Bukan budak ritual. Kita manusia bebas. Dan itulah yg masuk standard internasional. Yg bisa diterima sebagai deklarasi manusia universal yg jujur. Kejujuran dihargai dimana-mana, sedangkan kemunafikan tidak ada harganya.
Orang Indonesia
terlalu banyak munafiknya. Mungkin karena terlalu lama menjadi budak
bangsa sendiri. Kalau anda mau tahu, yg dulu memperbudak Indonesia
bukanlah Belanda, tetapi para pemimpin Indonesia sendiri. Raja-raja
Nusantara itulah yg memperbudak rakyat. Belanda sendiri tidak seperti
itu. Belanda bukan negara feodal walaupun berbentuk kerajaan. Belanda
tidak bermental feodal. Yg bermental feodal itu bangsawan Indonesia, dan
yg bermental budak itu rakyat Indonesia. Budak yg saling mengingatkan
untuk tidak menjadi tuan dari diri sendiri.
Budak yg saling mengingatkan untuk tetap menjadi budak.
Budak yg saling mengingatkan untuk tetap menjadi budak.
No comments:
Post a Comment