So, secara umum saya tidak suka untuk pakai istilah indigo. Saya cuma tahu bahwa
semakin lama anak-anak yg lahir semakin sensitif, semakin cerdas, semakin jujur, dan
merupakan kewajiban orang tua untuk bisa mengimbangi anak-anak yg sejak lahir sudah
memiliki bawaan untuk menjadi generasi yg lebih baik dibandingkan dengan generasi
kita. Cuma itu saja hikmahnya menurut saya.
So, again, it's true that what parents do matter more here. Tanggung jawabnya lebih
banyak di orang tua daripada di si anak itu sendiri.
Generasi-generasi sebelumnya biasanya membebankan segalanya kepada si anak yg
harus belajar agama, harus menurut, harus bilang ya walaupun hati kecilnya bilang tidak.
Akibatnya kita memiliki generasi yg diajar untuk munafik sejak masih kecil. Kalau masih
kecil saja sudah munafik, apalagi kalau sudah dewasa? Tapi itulah yg kita dapati
sekarang di Indonesia, generasi demi generasi yg dididik untuk menjadi manusia
munafik.
Tetapi, sejak era 1980-an telah lahir anak-anak yg tidak bisa lagi ditekan dengan berbagai
kekerasan atas nama agama dan Tuhan, tradisi dan kebiasaan. Sebagian masih bisa
ditekan dan menjadi anak hasil cetakan yg tidak berani bilang bahwa Tuhan adalah
konsep belaka. Tetapi sebagian lagi sudah tidak bisa ditekan oleh orang tua dan
masyarakat, dan mereka sekarang menjadi anak berusia sekitar 20 tahunan yg memiliki
bawaan untuk berontak terhadap segala-galanya.
Mereka yg lahir di era berikutnya di tahun 1990-an lebih halus bawaannya. Tidak kurang
keras kepalanya dibandingkan generasi indigo yg lahir tahun 1980-an, tetapi
temperamennya lebih halus. Lebih bisa menerima orang lain apa adanya selama mereka
sendiri bisa berjalan tanpa harus ditekan.
Tekan menekan adalah kata kunci di sini. Sejauh mana kita mau menekan anak-anak kita
untuk mengikuti jalan pikiran kita?
sumber: Ebook 'Setelah 2012 Lalu Apa?'
No comments:
Post a Comment