May 14, 2013

Masyarakat Paska Agama

by Leonardo Rimba Kedua (Notes) on Saturday, May 11, 2013 at 5:56pm

Sudah cukup lama kata Darwin selalu terngiang-ngiang di dalam kepala Joko Tingtong, setiap hari tanpa absen, dan itu baru terjawab ketika muncul berita bahwa Amerika Serikat (AS) akan membuat pangkalan militer di Darwin. Menurut Joko, itu semacam teguran halus kepada Indonesia untuk mulai menjadi bangsa beradab. Yg jelas, dengan adanya marinir AS di Darwin, tidak bakal lagi ada kerusuhan di Ambon. Yg dipilih oleh AS untuk menjadi partner menjaga keamanan kawasan Asia Pacific adalah Australia karena, walaupun cuma berpenduduk 22 juta orang, atau kurang dari 1/10 penduduk Indonesia, Australia adalah negara beradab. Kalau tingkat kegilaan penduduk Australia terendah di satu dunia, maka tingkat kegilaan penduduk Indonesia tertinggi satu dunia. Kalau Australia sangat informal dan sederhana, Indonesia sangat gila hormat. Indonesia ini kebalikan dari Australia. Dan ternyata AS memilih berpartner dengan Australia.

AS sangat pancasilais. Saya pernah tinggal di AS, kata Joko Tingtong. Saya lihat sendiri disana ternyata masyarakatnya benar-benar mengamalkan Pancasila, walaupun tidak disebut dengan istilah itu. Anda lihat Barack Obama: sikapnya, cara jalannya, cara bicaranya. Itu tulus, apa adanya saja, tanpa kepura-puraan. AS kebalikan dari Indonesia juga dalam hal tertentu. Pria AS akan mencium pipi perempuan, contohnya, dan bukan pipi lelaki. Di AS, sesama lelaki yg saling cium pipi cuma kaum homo.

Joko pernah kenal pribadi seorang anggota marinir AS. Teman sekolahnya sendiri disana. Namanya Francis, seorang keturunan Polandia yg menikah dengan wanita Philipina. Mungkin Francis sudah jadi kolonel sekarang. Francis cerita tentang bagaimana kehidupan militer AS. Harus bersih total. Tidak ada itu yg namanya militer korupsi di AS. Dan sekarang militer AS semakin oke lagi, dengan kebijakan don't ask don't tell atawa penerimaan total kaum homosex dan lesbian. Dan tidak membawa-bawa agama, tentu saja. Bukan anti agama, tetapi tidak membawa-bawa agama.

Joko baru saja menyadari bahwa lagu-lagu dari dunia Barat tidak memiliki nuansa perbudakan. Bahkan lagu-lagu keagamaannya, yaitu lagu rohani Kristen dari semua denominasi, tidak memiliki nuansa perbudakan. Semua agama Timur memperbudak manusia. Agama Barat tidak. Kalau sekarang ada agama Timur yg tidak memperbudak manusia, berarti sudah kebarat-baratan. Sudah kena pengaruh orang Barat.

Di dunia Timur, kita diajar, sering dengan paksaan fisik dan intimidasi verbal, bahwa kita tidak bisa melepaskan diri dari agama dan tradisi. Kita dibuat percaya bahwa kita dilahirkan sebagai budak. Budak agama, budak tradisi, budak kepercayaan asal. Di Barat tidak begitu. Kita diajar sejak lahir bahwa kita manusia bebas. Dalam banyak hal, Barat lebih superior dari Timur.

Spiritualitas tertinggi di Asia Timur memang pernah ada. Di Cina dan Jepang. Di luar itu, yaitu di bagian Asia Timur yg dikenal sebagai Asia Tenggara, semuanya tiruan. Tidak ada yg orisinil. Yg dikagumi adalah perilaku sosial yg tertib seperti di Bali, walaupun orang juga tahu bahwa itu berubah. Bali sekarang tidak bisa dipertahankan seperti Bali 100 tahun lalu.

Di masa kolonial, negara Indonesia ini disebut Mooi Indie, artinya Hindia yg elok. Dan itu benar. Di masa kemerdekaan seperti sekarang, sebutan itu tidak pantas lagi. Sekarang namanya Hindia yg jorok. Sampah dimana-mana. Buang sampah di jalan karena tidak disediakan tempat sampah. Setelah itu sampahnya dibakar di lapangan. Menyebarkan asap, bau, dan racun karbondioksida kepada lingkungan.

Kalau anda berjalan kaki dan mau menyeberang jalan, mobil tidak akan memperlambat jalannya, malahan semakin mempercepat. Itu kebalikan dari masyarakat di negara-negara Barat yg kapir, mereka justru akan memperlambat kendaraannya ketika melihat ada orang mau menyeberang. Melihat kenyataan itu, logikanya orang akan berpikir bahwa manusia Indonesia akan berjalan kaki dengan cepat juga. Ternyata salah besar. Kalau turun dari mobil, orang Indonesia jalannya kayak bebek. Jalannya lambat sekali, bahkan banyak yg berjalan dengan menyeret kaki.

Jakarta sudah kotor, macet, bau, juga tidak aman. Kata-kata di lagu Rayuan Pulau Kelapa sudah tidak lagi relevan. Lagu Rayuan Pulau Kelapa dengan kata-katanya "negeri elok amat kucinta" berasal langsung dari tradisi Belanda yg begitu cintanya kepada negeri ini sampai menjulukinya Mooi Indie, Hindia yg elok. Ternyata itu tidak bisa dijaga oleh orang Indonesia sendiri. Begitu Belanda hengkang, Mooi Indie jadi kubangan.

Pedahal kolonialisme atau penjajahan bukanlah suatu momok yg menakutkan karena bisa merupakan jalan menuju pembebasan. Jalan menuju Amerika dan Nusantara baru terbuka setelah orang Spanyol dan Portugal berhasil membebaskan diri dari penjajahan Arab selama 800 tahun. Setelah itu Belanda membebaskan diri dari Spanyol dan ikut persaingan global. Imperium Spanyol di Asia cuma tersisa di Philipina sebelum disikat oleh AS. Belanda menyikat habis Spanyol dan Portugal di Indonesia. Indonesia bahkan ikut menjajah Timor Leste setelah dilepaskan oleh Portugal. Semuanya proses menuju kesatuan dunia beradab, tanpa ada yg menjajah dan dijajah, walaupun harus melalui mekanisme kolonialisme.

Dan siapa bilang kerajaan-kerajaan Nusantara tidak saling menjajah? Tidak saling menaklukkan? Bukan ada Belanda yg melakukan devide et impera, melainkan kerajaan-kerajaan lokal memang selalu berperang. Bahkan di Bali juga begitu modus operandinya. Jadi, lebih tepat dilukiskan bahwa Belanda menyatukan seluruh Nusantara. Tanpa ada Belanda, tidak ada yg bisa menyatukan kepulauan ini. Sekali lagi, penjajahan tidak selalu berarti buruk. Kalau sekarang Indonesia masih merasa dijajah oleh para pemimpinnya, suatu saat hal itu akan berakhir juga. Siap-siap saja! Be ready, my friends!

Dan issue Allah lagi, selalu muncul setiap hari.

Kalau menggunakan kata Allah yg seringkali disebut Tuhan oleh orang Indonesia, berarti anda sudah memakai imajinasi; bukan berbicara fakta, tetapi fantasi. Ada faktor yg anda tidak mengerti, dan anda berhak berusaha mengertinya. Yg tidak boleh adalah memaksakan pengertian anda kepada orang lain.

Spiritualitas Jawa dari aliran priyayi, yaitu yg dipengaruhi oleh pemikiran Hindu Buddha biasanya tidak memakai istilah Allah, tetapi mengasumsikan ada alam semesta yg pusatnya di Jawa. Ada ratu tanah Jawa yg harusnya juga menjadi ratu dunia. Bagaimana alam semesta bekerja ditentukan oleh perilaku sang ratu. Kalau sang ratu selaras dengan alam semesta maka segalanya lancar. Adil makmur aman sentosa. Masalahnya, tidak ada itu yg namanya ratu tanah Jawa. Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah ada. Ada juga spiritualitas Jawa dari aliran abangan, yaitu yg percaya segala macam makhluk halus, dan berorientasikan gaya hidup praktis. Yg penting bisa ngumpul. Mangan ora mangan tetap ngumpul. Agar bisa ngumpul digunakanlah berbagai macam cara untuk menyogok makhluk-makhluk halus itu. Sayangnya, sering kelewatan sehingga manusia hidup dianggap sebagai makhluk halus juga.

Sering disogok-sogok juga. Bahkan sampai hari ini.

Spiritualitas Jawa yg berorientasikan pencerahan pribadi dan kemajuan peradaban baru mulai ada awal abad ke-20. Ini dipengaruhi oleh Teosophi, yaitu organisasi spiritual universal yg didirikan oleh Madame Blavatsky. Teosophi sudah buka cabang dimana-mana pada awal abad ke-20, termasuk di Jawa. Sudah mempengaruhi spiritualitas Jawa sehingga menjadi lebih terbuka. Tanpa ada pengaruh Teosophi, spiritualitas Jawa akan mandeg. Kalau tidak megalomaniak (aliran priyayi), maka paranoid (aliran abangan).

Tentu saja semua aliran itu benar, benar bagi dirinya sendiri. Itulah yg namanya Hak Asasi Manusia (HAM)  untuk berpendapat. Free Speech. Termasuk juga HAM untuk beragama atau berkepercayaan apapun. Itu asasi. Basic. Dasar. Kalau yg dasar saja belum dimengerti, bagaimana? Kalau anda masih mau bilang ini benar dan itu salah, bagaimana? Asas HAM mengatakan segalanya itu benar. Benar bagi penganutnya sendiri. Yg tidak benar adalah tatkala orang mau memaksakan apa yg dipercayainya itu kepada orang lain. Mau memaksa dengan segala macam cara. Dengan ancaman halus maupun kasar. Itu yg tidak benar.

Masyarakat maju dan beradab bukan masyarakat tanpa agama, melainkan masyarakat paska agama. Masyarakat Barat sekarang disebut sebagai post Christian, paska Kristen, dan itu lebih beradab dibandingkan ketika masih berbentuk masyarakat Kristen. Ketika itu masih banyak pelecehan HAM, diskriminasi terhadap wanita, penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain. Tetapi sekarang sudah paska Kristen, sudah jauh lebih beradab; semakin teratur, semakin otaknya dipakai. Indonesia akan menuju masyakarat paska agama juga.

Bukan tanpa agama, melainkan paska agama.

Joko tidak setuju kalau dikatakan masyarakat pra agama di Nusantara aman dan damai. Dia berpendapat Hindu, Buddha, Islam dan Kristen sedikit banyak membawa dampak positif terhadap leluhur kita. Jadi, ada evolusi kesadaran disini. Kita tidak perlu mengagungkan yg luhur (tua) dan bilang semuanya dulu baik, dan makin lama makin buruk. Tidak begitu. Yg luhur kemungkinan besar lebih jelek dibandingkan yg anyar. Bahkan masyarakat Nusantara pra Islam lebih jelek dibandingkan setelah Islam masuk. Sama saja seperti orang-orang bule yg tadinya juga primitif dan tidak beradab. Mereka jadi beradab setelah di-kristen-kan. Dan semakin menjadi lebih beradab lagi setelah memasuki masa paska Kristen sekarang ini.

No comments:

Post a Comment